Home / Otoritas / Bank Indonesia / Skenario Pemulihan Ekonomi Nasional Akan Diperpanjang Hingga 2021

Skenario Pemulihan Ekonomi Nasional Akan Diperpanjang Hingga 2021

Marketnews.id Para ekonom dan analis, baik dari lembaga lokal maupun luar negeri sudah memprediksi ekonomi Indonesia akan mengalami kontraksi antara minus 3,6 persen hingga minus 4,7 persen. Kondisi tersebut telah mempertimbangkan kondisi ekonomi global yang memburuk dan investasi domestik yang masih tertekan akibat lemahnya daya beli masyarakat. Bahkan bisa dikatakan, saat ini Indonesia sudah memasuki fase resesi secara teknikal.

Sementara itu, Pemerintah menegaskan kembali skenario pemulihan ekonomi masih akan berlanjut di tahun 2021 karena dampak dari pandemi Covid-19 diprediksi masih akan dirasakan hingga tahun depan.

“Di tahun 2021, kebijakan pemerintah juga masih dalam skenario pemulihan ekonomi,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto melalui siaran pers, Selasa (4/8/2020).

Airlangga mengatakan, pihaknya akan mendorong kebijakan kesehatan dengan prioritas tinggi di tahun 2020 dan 2021.


“Jika pada saat masalah kesehatan ini tertangani maka ekonomi akan kembali, maka masyarakat diharapkan mampu melakukan penyesuaian perilaku terhadap Covid-19. Kami harap di tahun 2022 dan 2023 vaksin telah ditemukan” jelasnya.

Kemudian, program bantuan sosial akan didorong hingga 2021 dan secara bertahap akan mulai dikurangi pada tahun 2022, demikian juga usaha dan industri padat karya yang akan terus dipacu hingga 2022. 

Airlangga juga menyampaikan, pemerintah akan melakukan restrukturisasi kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Selain itu, penempatan dana dan penjaminan juga akan terus dilakukan agar sektor riil dapat bergerak.


“Kami juga akan terus lakukan relaksasi regulasi. Salah satunya adalah dengan transformasi regulasi melalui RUU Cipta Kerja,” ujarnya.

Airlangga menjelaskan, upaya mendorong UMKM telah dilakukan pemerintah dengan penempatan dana di Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) sebesar Rp30 triliun dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebesar Rp11,5 triliun.

Peneliti Ekonomi Senior Institut Kajian Strategis (IKS) Eric Alexander Sugandi memperkirakan ekonomi Indonesia akan mengalami kontraksi sebesar -3,6 persen secara quater-to-quarter (qtq) atau kontraksi -4,7 persen yoy.

“Indonesia sudah mengalami kontraksi secara qtq di kuartal I/2020 dan mengalami hal yang sama di kuartal II/2020. IKS melihat bahwa Indonesia telah memasuki resesi teknikal pada kuartal kedua,” katanya kepada Bisnis, Selasa (4/8/2020).

Eric memperkirakan, ekonomi Indonesia pada kuartal III/2020 masih akan mencatatkan pertumbuhan negatif. Menurutnya, sangat berat bagi Indonesia bisa lolos dari resesi ekonomi.

Meski demikian, katanya, masih ada peluang ekonomi Indonesia bisa tumbuh positif, dengan catatan daya beli masyarakat harus diperbaiki, salah satunya dengan percepatan realisasi program pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Program PEN tersebut, imbuhnya, lebih baik jika pemerintah memberikan bantuan sosial ke masyarakat dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT) sehingga dampak pada ekonomi lebih cepat terasa.

“Konsumsi rumah tangga tetap menjadi kunci dari sisi demand, kemudian investasi. Pengeluaran pemerintah bisa membantu pertumbuhan, baik secara langsung maupun melalui multiplier effect via konsumsi rumah tangga dan investasi,” jelasnya.

Di samping itu, Eric mengatakan sinyal pertumbuhan yang lebih baik pada kuartal III/2020 juga terlihat dari sisi ekspor yang diprediksi akan sedikit membaik karena negara tujuan utama ekspor Indonesia mulai membuka sektor-sektor perekonomian mereka.

Check Also

Manajemen Pun Ragu WSKT Mampu Tunaikan Kewajiban Rp82,1 Triliun

MarketNews.id- PT Waskita Karya Tbk (WSKT) mencatatkan kewajiban sebesar Rp82,107 triliun pada akhir Juni 2024. …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *