Marketnews.id Sinerji antara Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia sangat mutlak diperlukan agar stabilitas makro ekonomi terus terjaga dan terukur di tengah ancaman resesi global.
Bank Indonesia (BI), menegaskan akan terus berada di pasar dan akan terus menggulirkan berbagai kebijakan stimulus untuk memberikan pelonggaran di sisi moneter. Kebijakan yang akan dan yang telah diluncurkan BI bertujuan untuk menjaga stabilitas makro ekonomi terutama terkait dengan ketersediaan likuiditas dan juga stabilisasi nilai tukar rupiah.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan sejumlah kebijakan pelonggaran yang dimaksud, antara lain relaksasi makroprudensial, pelonggaran kuantitatif yang lebih besar, hingga akselerasi sistem pembayaran. “Kami tegaskan kembali, kebijakan BI adalah pelonggaran, semua itu jamu (kebijakan) pelonggaran,” kata Perry dalam teleconference , Jumat (17/4).
Selain itu, BI juga akan menurunkan giro wajib minimum (GWM) per 1 Mei mendatang sebesar 200 basis poin (bps) atau 2 persen. Langkah ini akan menambahkan likuiditas sebesar Rp 102 triliun, “Sehingga keseluruhan quantitative easing BI hampir mencapai Rp 420 triliun,” imbuh Perry.
Lebih jauh Perry menambahkan, perbankan akan diwajibkan untuk memegang atau membeli Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan oleh pemerintah lewat rasio Penyangga Likuiditas Makro (PLM) yang bisa membuat kebutuhan fiskal dengan mudah diserap oleh bank. Jika bank butuh dana bisa segera mengajukan repo ke BI.
“Bank bisa menggunakan SBN (untuk mendapatkan dana), silahkan datang ke BI untuk repo. Ini koordinasi antara BI, Kemenkeu dan OJK,” ujarnya.