Marketnews.id Berbagai langkah antisipatif terhadap dampak pendemi Covid-19 terus dilakukan baik oleh pemerintah maupun dunia usaha, termasuk Bank Indonesia sebagai bank sentral negara yang bertanggung jawab atas moneter dan lalu lintas devisa.
Bank Indonesia (BI), menegaskan memiliki baris pertahanan kedua ( second line of defence ) untuk menjaga stabilitas ekonomi dan nilai tukar rupiah, meskipun cadangan devisa (cadev) negara mengalami penurunan.
Hingga akhir Maret 2020, cadev Indonesia menyusut menjadi USD121 miliar, lebih rendah dari periode Februari 2020 yang mencapai USD130,4 miliar, meskipun masih memadai untuk membiayai 7 bulan impor dan membayar cicilan utang pemerintah.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan second line of defence yang dimaksud adalah bilateral swap dengan beberapa negara untuk memperkuat cadev. Meskipun ada amunisi cadangan tersebut, Perry menegaskan, bahwa bilateral swap tersebut belum tentu akan digunakan.
Fasilitas tersebut, tambah Perry, lebih untuk berjaga-jaga, namun siap dieksekusi apabila benar-benar diperlukan.
Nilai bilateral swap tersebut antara lain dengan bank sentral China sekitar USD30 miliar, dengan bank sentral Jepang senilai USD22,75 miliar, dengan bank sentral Korea Selatan sebesar USD10 miliar dan dengan bank sentral Singapura senilai USD7 miliar. Diharapkan, dengan adanya amunisi cadangan ini tingkat ketahanan devisa bisa tetap kokoh. Bila dijumlah nilainya mencapai USD129,75 Miliar.
Lebih jauh Perry mengungkapkan, Federal Reserve AS juga menyepakati penyediaan fasilitas repurchase aggreement line (repo line) senilai USD60 miliar, apabila Indonesia membutuhkan likuiditas dolar untuk memenuhi kebutuhan dolar di dalam negeri.
Perry mengatakan, dukungan pemenuhan likuiditas dolar ini memang tidak bisa memperkuat cadangan devisa dalam negeri. Namun bisa digunakan untuk memenuhi permintaan dolar apabila benar-benar dibutuhkan. Dukungan ini tergolong istimewa lantaran tidak semua negara emerging market mendapatkan fasilitas tersebut dari The Fed.
“Ini second line of defence. Saat ini devisa kita masih cukup, tapi kalau ini diperlukan kita punya second line untuk menjaga stabilisasi ekonomi dan nilai tukar rupiah,” kata Perry dalam konferensi pers virtual, Selasa (7/4).
Perry menegaskan dengan cadev senilai USD121 miliar itu masih cukup untuk memenuhi kebutuhan 7 bulan impor, di atas standar kecukupan internasional yang dipatok sekitar 3 bulan impor. Bahkan dengan cadev tersebut, kata Perry, BI masih memiliki ruang yang cukup untuk terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
“Dengan nilai tukar yang stabil dan cenderung menguat, maka kebutuhan intervensi dari BI semakin menurun, tentu saja ini bisa meningkatkan cadangan kita, ” ujarnya.