Marketnews.id Pemerintah berharap di tahun 2023 mendatang perekonomian sudah kembali normal dan memiliki kinerja seperti sebelum terjadi pendemi dan bahkan jauh lebih baik. Dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 5,3 persen hingga 5,9 persen, dan defisit fiskal kurang dari 3 persen. Tekad ini dapat dicapai bila sumber pertumbuhan pada masing masing sektor dapat dicapai.
Dari sisi konsumsi, kisaran lima persen, investasi kisaran enam persen dan ekspor enam hingga tujuh persen sejalan dengan hilirisasi dan permintaan global. Begitu juga dari sisi suplai dengan sumber utama pertumbuhan dari sektor pengolahan dan sektor perdagangan.
Pemerintah menargetkan ekonomi Indonesia pada tahun 2023 akan berada dalam kisaran 5,3%-5,9% year on year, dengan defisit fiskal kembali di bawah 3%.
Sumber pertumbuhan yang pertama dari sisi pengeluaran yaitu konsumsi (kisaran 5%), investasi (kisaran 6%), dan ekspor (kisaran 6%-7%), seiring dengan hilirisasi industri dan permintaan global.
Kedua dari sisi suplai, sumber utama pertumbuhan dari sektor industri pengolahan, sektor perdagangan yang tumbuh sebesar pra pandemi, sektor teknologi informasi dan komunikasi, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum, serta sektor pertanian.
“Terutama dari sektor industri pengolahan yang menjadi tantangan untuk dikembalikan pertumbuhannya di atas pertumbuhan ekonomi yaitu 5,3%-5,8%,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam keterangan tertulis, Kamis, 17 Pebruari 2022.
Defisit fiskal disepakati di bawah 3% PDB sesuai UU Nomor 2 Tahun 2020 untuk menjaga kredibilitas kebijakan dan memberikan optimisme positif untuk pasar atau investor, juga untuk menjaga keberlanjutan fiskal. Market Confidence atas konsolidasi fiskal pada 2023 ditunjukkan oleh penilaian Lembaga Rating.
“Dengan market confidence tersebut, diharapkan investasi dari swasta dapat meningkat untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi,” ujar Airlangga.
Selanjutnya juga telah dilakukan pembahasan terkait beberapa langkah reformasi struktural dan/atau usulan kebijakan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,3%-5,9% pada 2023, serta untuk memitigasi risiko ketidakpastian yang berasal dari eksternal dan internal.
Untuk mendorong sektor investasi atau engine di luar APBN , peningkatan kredit perbankan menjadi hal yang krusial.
Peningkatan investasi melalui PMA dan PMDN perlu didorong, dengan demikian Sistem OSS RBA menjadi hal yang penting.
Inflasi juga menjadi tantangan ke depan, dan ini harus diperhatikan supaya tetap terkendali. Skema peran Bank Indonesia juga diharapkan dikembalikan untuk bisa menangani secondary market, terutama untuk SBN, karena perbankan yang akan memberikan kredit tentunya harus melakukan switch asset atau melepaskan SBN.
“Peningkatan tax ratio didorong menjadi di atas 10% dengan percepatan Core Tax System mengingat basis perpajakan lebih luas dengan UU HPP, kemudian juga dengan meningkatnya tax based dan percepatan administrasi tax reform. Kita juga perlu cadangan anggaran apabila terjadi varian-varian baru Covid-19 ke depannya,” tutup Airlangga.