MarketNews.id- Pelaku pasar meminta OJK membuat peraturan terkait kewajibkan Anggota Bursa (AB) menerapkan sistem pengamanan berlapis pada wahana perdagangan sahamnya.
Pasalnya, Indonesia sudah dianggap sebagai surga bagi peretas sistem teknologi informasi, setalah maraknya wahana perdagangan saham kebobolan pihak luar.
Pendiri Aplikasi Trading Saham T1ARA, Hendra Martono Liem mengatakan, kejadian-kejadian peretasan pada wahana perdagangan saham AB belakangan ini merupakan lonceng peringatan dunia teknologi informasi telah berkembang sedemikian canggih.
Namun demikian dia berharap penyedia layanan perdagangan saham berbasis teknologi informasi juga harus meningkatkan protokol keamanannya.
“Sekarang semua aplikasi yang tidak terkait uang saja misalnya media sosial hingga sarana telekomunikasi sosial telah menerapkan multi layer security,” ungkap mantan Direktur sekuritas ternama ini pada media sosialnya dikutip Sabtu 20 September 2025.
Sayangnya, dia melihat hampir semua AB penyedia wahana perdagangan produk investasi secara daring atau aplikasi tidak menerapkan sistem pengamanan berganda.
Dia menerangkan, sistem pengamanan berganda ini akan membuat pengguna atau investor harus melewati minimal 2 tahapan berbeda untuk masuk ke akun investasinya.
“Tahap pertama yang kita tahu semua yakni password atau kata kunci dan PIN yang kata kuncinya hanya diketahui oleh yang bersangkutan itu baru satu lapis atau tahapan,” jelas dia.
Ia melanjutkan, untuk tahap kedua yakni pengenalan gawai pengguna atau investor. Hal itu ditandai dengan IMEI ( Internasional Mobile Equipment identity yang) atau kode unik terdiri dari 15 digit berlaku internasional.
“Kemudian di HP anda aplikasi authentication contoh google security, kemudian ada SIM yang akan dikirim OTP untuk pengenalan penggunanya,”beber dia.
Lebih lanjut, dia bilang lapis ketiga yakni kondisi fisik pengguna aplikasi sebagai pengenalan perdagangan saham yakni biometrik seperti sidik jari, pengenalan wajah, retina dan lainnya.
Ia memberi contoh aplikasi investasi ternama luar negeri seperti Interactive broker dan Charles Schwab sudah menggunakan sistem pengamanan berlapis atau lebih dikenal 2FA (2 Faktor Authenticationa).
“Sebenarnya MBCA sudah menggunakan 2FA, tapi hampir semua AB kita masih menggunakan single layer authentication alias user ID, Password dan PIN,” kata dia.
Dia menyadari dengan penerapan 2FA akan banyak tantangannya misalnya suara ketidaknyamanan dari investor pemula. Tapi jika hanya satu lapis maka peretas akan mudah mengubah identitas akun setelah mengetahui kata kunci saja.
“ Apalagi semua regulator pasar modal negara lain seperti SEC,FCA, FINRA, BAFIN, Malaysia sudah mengharuskan menggunakan setidak tidaknya 2FA, dari semua regulator saham yang nilai transaksi saham bisa sampai 18-20 triliun belum terlihat mewajibankan multi layer security,” jelas dia.
Dia menilai dengan tidak adanya kewajiban sistem pengamanan berlapis menjadikan Indonesia menjadi surga peretas dunia.
“ Saya tidak menemukan peraturan OJK yang mewajibkan lembaga jasa keuangan termasuk sekuritas menerapkan 2FA minimalnya sebagai pengamanan dari serangan hacker.” Tekan dia.
Abdul Segara