Marketnews.id Otoritas Jasa Keuangan (OJK) rilis dua aturan baru yang berkaitan dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Kedua aturan ini dikhususkan buat mendorong pertumbuhan kredit yang disalurkan BPR dan BPRS dengan tetap memegang prinsip tata kelola dengan baik.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan dua Peraturan OJK ( POJK ) bidang perbankan yang bertujuan untuk mendorong penyaluran kredit dan penguatan kesehatan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) maupun BPR syariah ( BPRS ).
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana, penerbitan POJK Nomor 3/POJK.03/2022 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah bertujuan untuk mendorong peningkatan penerapan manajemen risiko dan tata kelola bagi industri BPR dan BPRS yang semakin kompleks.
“Perkembangan industri BPR dan BPRS yang dinamis harus diiringi dengan penguatan pada aspek manajemen risiko dan tata kelola agar kelangsungan usahanya dapat tetap terjaga, agile dan resilient,” kata Heru di Jakarta, Senin 18 April 2022.
Dia berharap, penerapan manajemen risiko dan tata kelola bisa mengurangi surprising event yang negatif, misalnya kejadian fraud dan risiko likuiditas, yang dapat mempengaruhi kinerja BPR dan BPRS .
Penerapan manajemen risiko dan tata kelola pada BPR dan BPRS juga merupakan bagian dari pilar pertama penguatan struktur dan keunggulan kompetitif Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia bagi BPR dan BPRS .
Pada ketentuan ini, penilaian tingkat kesehatan BPR dan BPRS menggunakan pendekatan risiko dengan cakupan penilaian terhadap faktor profil risiko, tata kelola, rentabilitas dan permodalan.
Penilaian tingkat kesehatan dilakukan oleh BPR dan BPRS paling sedikit secara semesteran dan berlaku sejak Laporan Desember 2022 untuk tahapan uji coba dan pengenaan sanksi berlaku efektif sejak Laporan Desember 2023.
Heru menyampaikan, sampai akhir Februari 2022, OJK mencatat terdapat 1.464 BPR dan 164 BPRS dengan total aset sebesar Rp187,15 triliun dan melayani lebih dari 14 juta nasabah di seluruh Indonesia.
Pada penerbitan peraturan yang kedua, yakni POJK Nomor 5/POJK.03/2022 tentang Lembaga Pengelolaan Informasi Perkreditan ( LPIP ) yang bertujuan untuk mendorong penyaluran kredit dan inklusi keuangan melalui pengembangan informasi perkreditan.
Penerbitan POJK Nomor 5/2022 ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan untuk melakukan penyempurnaan secara signifikan dan komprehensif atas pengaturan existing, yaitu POJK Nomor 42/POJK.03/2019.
Adapun pokok penyempurnaan dalam POJK LPIP terdiri dari, penegasan LPIP sebagai lembaga pemeringkatan di sektor jasa keuangan; peningkatan modal disetor minimun dan pengaturan modal bersih dalam rangka menjamin keberlangsungan bisnis LPIP dalam rentang lima tahun ke depan; pengembangan produk dan jasa LPIP ; pembatasann akses data Sistem Layanan Informasi Keuangan ( SLIK ) untuk LPIP ; dan implementasi tata kelola di LPIP .