Marketnews.id Keseriusan Pemerintah dalam menangani pendemi Covid-19 semakin dituntut lebih optimal lagi. Salah satu langkah yang diambil adalah melakukan sinergi dengan pihak pengelola moneter dalam hal ini Bank Indonesia (BI). Seperti diketahui, sebelumnya BI mendukung kebijakan pemerintah dengan membeli surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah. Selain ada juga kesepakatan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Pemerintah yang diwakilkan oleh Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia tentang skema dan mekanisme pembiayaan APBN.
Dalam upaya menangani dampak Covid-19, Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) berkoordinasi dan mensinergikan kebijakan fiskal dan kebijakan moneternya melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia ketiga tentang skema dan mekanisme pembiyaaan APBN .
SKB IIIberisi tentang Skema dan Mekanisme Koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia dalam rangka Pembiayaan Penanganan Kesehatan dan Kemanusiaan Guna Penanganan Dampak Pandemi Covid-19 Melalui Pembelian di Pasar Perdana oleh BI atas SUN dan/atau SBSN .
Skema tersebut dijalankan dengan tetap memperhatikan kemampuan keuangan BI dan kesinambungan keuangan Pemerintah. SKB III berlaku sejak tanggal ditetapkan,23 Agustus 2021hingga31 Desember 2022.
“Untuk melakukan koordinasi ini, kami juga bersama-sama terus melihat kesinambungan keuangan, baik dari sisi pemerintah yaitu APBN , dan dari sisi BI yaitu kondisi keuangan dan neraca Bank Indonesia,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat konferensi pers bersama Gubernur Bank Indonesia, Selasa, 24 Agustus 2021.
Menurutnya, dua syarat itu penting, agar pemulihan ekonomi dan pembangunan akan terus bisa berjalan, secara sustainable. “Jadi kita tidak mengorbankan, at all cost , sustainibilitas dalam jangka menengah panjang, dalam bentuk kesehatan, keuangan Pemerintah Indonesia, dan Bank Indonesia.”
Skema dan mekanisme yang diatur dalam SKB III mencakup: (i) pembelian oleh BI atas SUN dan/atau SBSN yang diterbitkan Pemerintah di pasar perdana secara langsung (private placement), (ii) pengaturan partisipasi antara Pemerintah dan BI untuk pengurangan beban negara, (iii) untuk pendanaan Anggaran Penanganan Kesehatan dan Kemanusiaan dalam rangka penanganan dampak Covid-19. Lebih lanjut, diatur juga mekanisme koordinasi antara Kementerian Keuangan dan BI, serta penempatan dana hasil penerbitan SBN dalam rekening khusus.
Secara umum, pelaksanaan sinergi kebijakan dalam skema SKB III ini tetap menjaga prinsip penting dari sisi:
Fiskal: Menjaga fiscal space dan fiscal sustainability dalam jangka menengah, serta menjaga kualitas belanja yang produktif.
Selain itu, juga untuk mendukung konsolidasi fiskal dengan kebijakan penurunan defisit secara bertahap menjadi di bawah 3% mulai tahun 2023;
Moneter: Menjaga stabilitas nilai tukar, tingkat suku bunga, dan inflasi agar tetap terkendali;
Makro: Memperhatikan kredibilitas dan integritas pengelolaan ekonomi, fiskal, dan moneter sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang sustainable.
Dalam penjelasannya disebutkan, besaran SBN yang diterbitkan pada tahun 2021 ditetapkan sebesar Rp215 triliun dan tahun 2022 sebesar Rp224 triliun. Partisipasi BI berupa kontribusi atas seluruh biaya bunga untuk pembiayaan vaksinasi dan penanganan kesehatan dengan maksimum limit Rp58 triliun (tahun 2021) dan Rp40 triliun (tahun 2022), sesuai kemampuan keuangan BI.
Sedangkan sisa biaya bunga pembiayaan penanganan kesehatan lainnya serta penanganan kemanusiaan menjadi tanggungan Pemerintah. Seluruh SBN yang diterbitkan dalam skema SKB III ini merupakan SBN dengan tingkat bunga mengambang (dengan acuan suku bunga Reverse Repo BI tenor 3 Bulan).
Dalam SKB ini juga diatur ketentuan mengenai fleksibilitas, di mana jumlah pembelian SBN oleh BI dan jumlah penerbitan SBN dengan pembayaran kontribusi BI, dapat dilakukan perubahan sesuai dengan kebutuhan pembiayaan Anggaran Penanganan Kesehatan dan Kemanusiaan serta kondisi keuangan BI.
Di samping itu, SBN yang diterbitkan bersifat tradable dan marketable serta dapat digunakan untuk operasi moneter BI.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo di kesempatan yang sama menjelaskan, bahwa sinergi Bi-Kemenku ini adalah tugas negara, untuk kesehatan dan kemanusiaan, untuk memulihkan ekonomi.
“Skema dan mekanisme dari kerjasama ini, tidak hanya bisa mengurangi beban atau biaya dari kesehatan dan beban negara … juga akan memperkuat kemampuan dari kebijakan fiskal untuk memulihkan ekonomi,”
Selain itu kerjasama ini tidak mempengaruhi sedikitpun mengenai independensi BI. “Ini justru bagaimana kami menjalankan independensi BI dalam konteks bersinergi dan berkoordinasi dengan pemerintah secara erat. Juga tidak akan mempengaruhi kemampuan BI untuk melakukan kebijakan moneter dan juga kemampuan keuangan BI,” pungkas Perry Warjiyo.