Marketnews.id Upaya Pemerintah untuk menyelamatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Layanan Umum (BLU) yang bermasalah menuai protes dari DPR. Seperti diketahui sebelumnya, Pemerintah lewat Perpres No.72/2020 telah menyetujui pemberian bantuan kepada BUMN dan BLU sebesar Rp36,48 triliun. Namun belum lama ini, Kementrian Keuangan mengeluarkan KMK No.500/2020 yang menetapkan dana yang akan dikeluarkan pemerintah buat BUMN maupun BLU bermasalah jadi Rp45,05 triliun.
Kementerian Keuagan (Kemenkeu), memastikan pemberian penyertaan modal negara atau PMN bukan sekadar bagi-bagi uang kepada perusahaan-perusahaan milik negara.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Isa Rachmatarwata mengatakan, pemerintah terus mencoba untuk memperbaiki cara-cara prosedur-prosedur untuk pemberian PMN sehingga kesan bagi-bagi uang yang selama ini terjadi mulai terkikis.
“Pertama pasti kita akan memperhatikan BUMN- BUMN yang ditugaskan oleh pemerintah untuk melakukan pekerjaan tertentu yang kemudian lebih-lebih lagi apabila pekerjaan tersebut secara komersial itu semuanya tidak visible jadi seperti ini pasti kita akan harus memperhatikan men-support nya,” kata Isa di Komisi XI DPR, Senin (16/11/2020).
Selain itu, pemerintah juga memperhatikan peran BUMN yang mencoba untuk membangun industri. Jadi menurutnya, ketika industrinya sebetulnya ada namun belum cukup kuat dan sehat, pemerintah memberikan suntikan modal untuk mendorong kinerjanya.
Isa mencontohkan di sebuah bidang industri. Secara umum di industri tersebut sudah ada beberapa pemain yang mungkin memiliki keuntungan atau mendapatkan profit dari kegiatannya. Namun untuk membuat keseimbangan di dalam industri itu sendiri, pemerintah bisa masuk dengan menambah modal suatu BUMN.
Sementara itu, terkait status BUMN yang masuk sebagai perusahaan terbuka, Isa menyebutkan bahwa investasi kepada BUMN yang juga sudah menjadi perusahaan publik memerlukan satu proses yang harus ditaati.
Investasi kepada PT Garuda Indonesia Persero Tbk. (GIAA) dan Krakatau Steel (KRAS), misalnya, karena keduanya merupakan perusahaan publik, pemerintah harus mempetimbangkan jangan sampai dengan PMN komposisi publik terdilusi.
“Jadi kita mempertimbangkan hal-hal tersebut,” jelasnya.
Sebelumnya langkah pemerintah yang diam-diam menambah pagu anggaran untuk penyertaan modal negara (PMN) ke BUMN maupun Badan Layanan Umum (BLU) mulai dipersoalan DPR.
Seperti diketahui Menteri Keuangan baru-baru ini menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan No.500/2020 yang menambah alokasi PMN dari semula Rp36,48 triliun menjadi Rp45,05 triliun atau bertambah lebih dari Rp9 triliun.
Anggota Komisi XI M. Misbakhun merasa bahwa perubahan pagu anggaran tersebut tidak pernah dikomunikasikan kepada komisi keuangan.
“Komitmennya kita dikomunikasikan kalau ada setiap perubahan. Ini KMK No.500/2020 tak pernah ada, jumlahnya juga tidak sesuai dengan Perpres No.72/2020,” ujar Misbakhun dalam rapat dengan Ditjen Kekayaan Negara Kemenkeu Isa Rachmatarwata di Komisi XI DPR, Senin (16/11/2020).
Perubahan pagu alokasi PMN dipicu oleh penambahan dua PMN dan masuknya satu PMN di luar kesepakatan Perpres No.72/2020.
Penambahan dan program PMN baru tersebut terdiri atas tambahan PMN ke Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) senilai Rp5 triliun, PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) senilai Rp1,57 triliun dan PT Bio Farma sebesar Rp2 triliun.
Adapun Undang-Undang No.2/2020 terkait kebijakan keuangan negara dan stabilitas keuangan negara untuk penanganan pandemi covid-19 memberi keleluasaan kepada pemerintah.
Dalam kasus PMN, semula PMN yang dialokasikan pada tahun 2020 mencapai Rp18,23 triliun. Angka ini merupakan target sebelum pandemi.
Namun begitu pandemi terjadi, angkanya melonjak menjadi Rp36,48 triliun yang diatur dalam Perpres No.72/2020.
Contoh yang disampaikan oleh Isa Rachmatarwata tentang dasar pemberian bantuan buat BUMN atau BLU bisa dijadikan alasan pemerintah buat membantu BUMN yang mendapat tugas negara secara khusus.
Khusus buat PT Garuda Indonesia Tbk dan PT Krakatau Stell Tbk, kedua perusahaan publik ini rugi atau bermasalah bukan karena menanggung beban pemerintah. Tapi masalah manajemen yang tidak efisien hingga menimbulkan kerugian buat perusahaan.
Buat kedua perusahaan publik ini, masyarakat sudah mahfum kedua perusahaan ini lebih banyak mengalami kerugian dibandingkan meraih keuntungan buat pemegang sahamnya.