Marketnews.id Pendemi Covid-19 sudah berlangsung lebih dari enam bulan. Berbagai lembaga riset ekonomi nasional dan internasional sudah mengeluarkan prediksinya. ADB juga mengeluarkan prediksinya yang hampir sama dengan prediksi lembaga riset lain. Hasilnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami kontraksi satu persen. Jauh lebih baik dibanding Singapura, Malaysia, Philipina dan Thailand.
Asian Development Bank (ADB) memproyeksikan, Perekonomian Indonesia diperkirakan akan mengalami kontraksi 1,0% tahun ini, di tengah pandemi penyakit virus korona (COVID-19). Namun demikian ekonomi akan naik kembali ke tingkat pertumbuhan 5,3% pada tahun 2021.
Asian Development Outlook (ADO) 2020 Update yang dirilis hari ini, Selasa (15/9), menyebutkan bahwa pemulihan ekonomi Indonesia tahun depan akan didukung oleh perekonomian global dan reformasi domestik yang meningkatkan investasi.
Kontraksi tahun ini, yang merupakan kemerosotan perekonomian Indonesia yang pertama sejak krisis keuangan Asia tahun 1997-1998, terjadi di tengah proyeksi pertumbuhan negatif secara keseluruhan di kawasan Asia yang sedang berkembang, termasuk Malaysia (-5,0%), Filipina (-7,3%), dan Thailand (-8,0%).
“Meskipun memiliki fundamental makroekonomi yang kuat, Indonesia diperkirakan akan menghadapi jalur pertumbuhan yang sulit sampai dengan akhir tahun 2020, mengingat besarnya ketidakpastian dalam cakupan dan tren pandemi di Indonesia,” kata Winfried Wicklein, Direktur ADB untuk Indonesia.
“Ke depannya, prioritas kebijakan yang konsisten dan terkoordinasi, disertai keseimbangan antara perlindungan nyawa dan mata pencaharian, serta memulai kembali kegiatan usaha secara aman, tetaplah penting guna memastikan pemulihan yang cepat dan inklusif,” imbuh Wicklein, seperti dikutip dalam Siaran Pers ADB hari ini.
Konsumsi Indonesia mengalami kontraksi pada paruh pertama tahun 2020, seiring pemotongan belanja oleh rumah tangga dan penundaan investasi oleh dunia usaha. Permintaan terhadap ekspor Indonesia ikut merosot seiring diberlakukannya karantina wilayah di seluruh dunia.
Pemerintah merespons dengan kebijakan yang luas guna mengurangi dampak pandemi, termasuk dukungan penghasilan bagi rumah tangga dan pekerja yang rentan, peningkatan perawatan kesehatan, serta bantuan ekonomi bagi dunia usaha.
Laporan ADB ini memperkirakan belanja rumah tangga masih akan tetap rendah dalam waktu dekat, mengingat pembatasan sosial yang dilaksanakan guna mengendalikan penyebaran virus. Karena permintaan global dan domestik akan tetap lemah pada 2020, kegiatan perdagangan dan investasi pun akan tetap rendah.
Namun, laporan ini memproyeksikan pemulihan yang cepat, dengan permintaan domestik yang tadinya tertahan mampu mendongkrak indeks manajer pembelian di bidang manufaktur hingga melampaui ambang batas 50 pada bulan Agustus.
“Keyakinan itu semestinya juga ikut naik seiring bantuan pembiayaan dari pemerintah untuk investasi dan operasi usaha.
Lemahnya permintaan domestik dalam jangka waktu dekat menyebabkan prakiraan inflasi Indonesia tahun ini diturunkan menjadi rata-rata 2,0%, turun dari 3,0% yang disebutkan ADB dalam prakiraan April. Namun, seiring pulihnya belanja rumah tangga dan dunia usaha pada tahun 2021, inflasi diperkirakan akan naik ke 2,8%.
Sementara itu, impor barang modal merosot lebih tajam dari pada kontraksi pendapatan dari pariwisata dan ekspor komoditas, sehingga defisit transaksi berjalan kini diperkirakan akan turun menjadi setara dengan 1,5% produk domestik bruto 2020.
“Di tengah ketidakpastian yang ada, risiko terhadap proyeksi ini lebih cenderung ke bawah,” kata Emma Allen, Ekonom ADB untuk Indonesia.
“Memburuknya kondisi infeksi, baik pada tingkat lokal maupun global, yang akan menimbulkan pemburukan keyakinan konsumen secara berkepanjangan, dapat menunda pemulihan ekonomi. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi pemerintah untuk segera melaksanakan langkah-langkah dalam menanggulangi pandemi dan mendorong pemulihan ekonomi.