Marketnews.id Rendahnya tingkat inflasi sepanjang bulan Mei lalu sudah diperkirakan banyak pihak. Merebaknya pendemi Covid-19 berdampak pada berkurang bahkan hilangnya pendapat sebagai besar masyarakat menjadi penyebab rendahnya tingkat inflasi bahkan terjadinya deflasi di beberapa kota.
Badan Pusat Statistik (BPS), merilis angka inflasi pada Mei 2020 sebesar 0,07 persen month to month (mtom). Sedangkan inflasi secara year to date (ytd atau dari Januari – Mei 2020) sebesar 0,90 persen.
Sementara, untuk inflasi tahunan (year on year / yoy) sebesar 2,19 persen. Meskipun terjadi inflasi namun tingkat besaran inflasi melambat dibandingkan bulan sebelumnya.
Menurut Kepala BPS, Suhariyanto, inflasi yang terjadi pada periode Mei 2020 ini tergolong sangat rendah jika dibandingkan tahun – tahun sebelumnya di saat momentum hari raya idul Fitri.
Pasalnya pada Mei 2020 terdapat momentum puasa – lebaran masih ada wabah corona yang mendorong pemerintah memutuskan berbagai kebijakan untuk antisipasi penyebaran virus seperti larangan mudik, pembatasan sosial berskala besar ( PSBB ), physical distancing dan lainnya.
Berbagai kebijakan ini membuat suplai dan demand turun tajam. Bahkan aktifitas sektor industri juga mengalami penurunan. Sementara di tahun-tahun sebelumnya aktifitas masyarakat terkait mudik lebaran, aktifitas industri dan suplai demand tetap berjalan normal sehingga memicu inflasi yang tinggi.
“Sangat jauh dibandingkan Idul Fitri Juni 2019 lalu yang inflasinya 0,50 persen, ini karena ada situasi tidak biasa yaitu covid-19. Jadi sangat beda jauh dengan tahun sebelumnya, biasanya ramadhan idul fitri permintaan meningkat, tapi tahun ini tidak terjadi karena situasi yang tidak biasa,” ujar Suhariyanto dalam pers rilis virtual, Selasa (2/6).
Dijelaskannya bahwa inflasi pada Mei 2020 tersebut didorong oleh naiknya sejumlah harga untuk beberapa kelompok pengeluaran. Yaitu kelompok pengeluaran sektor transportasi dan juga sektor kesehatan.
Meski ada PSBB dan larangan mudik, namun tetap saja ada mobilitas masyarakat dengan berbagai alasan tertentu. Tercatat sektor transportasi inflasinya sebesar 0,87 persen dengan sumbangan terhadap inflasi periode Mei 2020 sebesar 0,10 persen.
“Karena naiknya tarif angkutan udara, harga daging ayam dan harga bawang merah mendorong inflasi meski melambat. Melambatnya inflasi terjadi karena beberapa faktor seperti pasokan terjamin karena ada PSBB , pendapatan dan pengeluaran masyarakat turun. Dan dari sisi suplai banyak terjadi perlambatan produksi karena masalah PSBB dan keterbatasan bahan baku serta permintaan,” sambungnya.
Dikatakannya, dari 90 kota Indek Harga Komsumen (IHK) yang dipantau BPS terdapat 67 kota yang mengalami inflasi dan 20 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Tanjung Pandan sebesar 1,2 persen dan terendah terjadi di Tanjung Pinang. Bogor dan Madiun masing-masing sebesar 0,01 persen. Sementara deflasi tertinggi terjadi Luwuk sebesar 0,39 persen dan deflasi terendah terjadi di Manado sebesar 0,01 persen.
“Jadi banyak PR yang harus kita kerjakan dan kita harus bersatu mudah-mudahan covid-19 ini bisa segera berlalu,” pungkasnya.