Home / Corporate Action / OJK : Pertumbuhan Kredit Melambat. Nasabah Kekurangan Likuiditas

OJK : Pertumbuhan Kredit Melambat. Nasabah Kekurangan Likuiditas

Marketnews.id Dunia perbankan salah satu bidang usaha yang terpapar akibat pendemi Covid-19. Bidang ini juga mendapat perhatian khusus oleh pemerintah dengan mengeluarkan beberapa stimulus untuk menopang kerja perbankan dalam mengelola usahanya.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso memproyeksikan, pertumbuhan kredit industri perbankan pada tahun ini akan rendah dikarenakan dampak yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19.

Menurut Wimboh, kredit perbankan paling tinggi bisa tumbuh 2 persen dibandingkan dengan tahun lalu.

Berdasarkan skenario moderat, dia mengemukakan kredit bisa bertumbuh 1 persen. Sementara itu, Wimboh menambahkan untuk skenario terburuk kredit perbankan bisa tidak mencatatkan pertumbuhan.

“Kami perkirakan pertumbuhannya [kredit] masih cukup rendah, sekitar paling tinggi 2 persen, moderat bisa 1 persen, worst bisa tidak tumbuh untuk kredit 2020,” katanya saat RDP bersama dengan Komisi XI DPR RI, Jumat (30/4/2020).

Oleh karena itu, Wimboh menuturkan kondisi tersebut bisa dimitigasi jika stimulus fiskal, yang mana pemerintah memberikan penjaminan untuk kredit modal kerja, bisa dipercepat.

Wimboh mengklaim, dengan kondisi likuiditas saat ini, kapasitas perbankan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi sebesar 10,7 persen. Ini diasumsikan jika permintaan dari sektor riil cepat pulih.

“Jadi stimulus sangat penting. Likuiditas tidak ada masalah. Permodalan juga tidak masalah, cukup kuat 23 persen, meski turun akhir-akhir ini karena NPL cenderung naik tapi bisa ditunda sementara,” jelas Wimboh.

Sementara itu OJK menyampaikan dampak dari pandemi Covid-19 ke sektor keuangan, khususnya perbankan mulai terlihat dari penarikan dana masyarakat dikarenakan kesulitan likuiditas.

Wimboh Santoso mengatakan, indikator likuiditas berdasarkan data agregat, penurunan dana masyarakat mulai terjadi terutama pada bank umum kegiatan usaha (BUKU) I.


“Nasabah yang sudah kesulitan mulai menarik dananya di perbankan. Indikator likuiditas data agregat dana masyarakat sudah mulai turun terutama di BUKU I, meskipun BUKU III dan IV masih terlihat naik,” katanya.

Wimboh menjelaskan, risiko yang perlu mendapat perhatian saat pandemi Covid-19 adalah kondisi likuiditas. Beberapa sektor ekonomi, misalnya manufaktur, perdagangan dan jasa diperkirakan mulai mengalami masalah, sehingga diperkirakan tidak bisa lagi membayar kewajibannya ke perbankan.

Meski pandemi Covid-19 telah berakhir, masih diperlukan beberapa bulan bagi dunia usaha untuk bisa kembali berjalan normal seperti sebelum adanya pandemi, sehingga akan mempengaruhi likuiditas perbankan.

Oleh karenanya, Wimboh mengatakan skenario penyangga likuiditas dari Bank Indonesia bisa meringankan beban perbankan. “Jika semakin cepat memiliki penyangga likuiditas akan semakin baik,” tuturnya.

Wimboh menambahkan, OJK memiliki ruang yang luas untuk memitigasi risiko-risiko tersebut, termasuk memberikan pelonggaran restrukturisasi kepada pelaku usaha.

Di samping itu, Wimboh menyampaikan pemerintah juga akan memberikan jaminan kredit modal kerja, yang mekanismenya dana tersebut ditempatkan sebagai deposito di bank Himbara.

Jika ada bank yang kesulitan likuiditas, bank tersebut bisa menggadaikan kredit yang direstrukturisasi dengan dana jaminan dari Kemenkeu tersebut.

Check Also

Sri Mulyani : Pasar Modal Akan Dikenalkan Sejak Sekolah Dasar

MarketNews.id-Menteri Keuangan RI,  Sri Mulyani Indrawati mewacanakan pengenalan pasar modal telah dimulai sejak dini misalnya …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *