Marketnews.id Pendemi covid-19 membuat banyak aktifitas ekonomi beristirahat. Pemerintah sendiri sudah mengeluarkan tiga stimulus agar pertumbuhan ekonomi nasional tetap sesuai target.
Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, menegaskan pemerintah berusaha sekuat tenaga agar pertumbuhan ekonomi nasional pada 2020 tidak jatuh lebih rendah dari 2,3%. Apabila jatuh terlalu rendah, perekonomian Indonesia akan kesulitan bangkit pada tahun 2021.
“Kita upayakan secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa 2,3%. Karena ini akan sangat menentukan seberapa cepat pemulihan ekonomi kita pada 2021,” kata Kepala BKF, Febrio Kacaribu, dalam diskusi online Indonesia Macroeconomic Update 2020 via Youtube, di Jakarta, Senin (20/4).
Febrio mengatakan, wabah virus corona ini betul – betul membuat banyak aktivitas perekonomian beristirahat. Ia memperkirakan kuartal II 2020 menjadi kondisi puncak dari pandemi virus corona. Walau ia mengakui bisa saja perkiraan ini meleset dan pandemi ternyata berlangsung lebih panjang.
“Kita perkirakan puncaknya di kuartal II, sehingga kita harapkan sesudah itu kita bisa mulai recovery sampai tahun 2021,” jelas Febrio.
Seperti diketahui, Pemerintah sendiri sudah mengeluarkan tiga kali stimulus untuk menjaga pertumbuhan ekonomi nasional tetap sesuai target. Mulai dari Stimulus I senilai Rp8,5 triliun untuk mempercepat belanja dan mendorong industri padat karya. Disusul Stimulus II senilai Rp22,5 triliun berupa stimulus fiskal, stimulus non fiskal dan kebijakan di sektor keuangan.
“Walaupun Stimulus I dan Stimulus II dikeluarkan saat konteks virus corona masih hanya terjadi di China. Saat wabah ini ternyata meluas ke seluruh dunia, pemerintah mengeluarkan Stimulus III,” jelas Febrio.
Dalam Stimulus III, pemerintah menggelontorkan Rp401,5 triliun. Stimulus III ini dikeluarkan melalui Perppu No 1 Tahun 2020. Beleid ini menjadi dasar hukum bagi pemerintah untuk melakukan langkah cepat dan luar biasa dalam penanganan Covid-19. Pemerintah tidak ingin tersandera aturan hukum sehingga tidak bisa mengeluarkan kebijakan yang dibutuhkan sesuai situasi.
“Saat ini bukan waktunya lagi mengandalkan kebijakan yang bersifat text book,” jelas Febrio.
Mengenai kondisi ekonomi global, Febrio menyebut baru China yang sudah mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan seiring mulai meredanya penyebaran virus corona. Hanya saja kontribusi GDP China terhadap ekonomi global hanyalah 16%. Jadi dampaknya terhadap pemulihan ekonomi global masih kecil.
“Apalagi kita tahu pertumbuhan ekonomi China pada Kuartal I 2020 ternyata terkontraksi sampai -6,8%,” tambah Febrio.
Di sisi lain, penyebaran virus corona semakin parah menjangkiti Amerika Serikat dan Eropa. Sementara kontribusi GDP AS dan Eropa terhadap perekonimian global mencapai 50%. Kondisi inilah yang membuat perekonomian dunia tahun ini kemungkinan besar akan tumbuh minus alias resesi.