Marketnews.id Meskipun perekonomian nasional sudah mulai tumbuh positif, tapi Pemerintah belum puas lantaran perbankan masih lamban dalam menyalurkan kredit buat dunia usaha. Padahal, sepanjang tahun lalu, ekonomi sudah tumbuh sebesar 3,65 persen. Sementara kredit perbankan baru tersalurkan sekitar lima persen.
Sementara, dana pihak ketiga diperbankan tumbuh lebih dari 12 persen. Melihat fakta ini, Menko perekonomian Airlangga Hartarto berharap, relaksasi kredit yang sudah diperpanjang hingga Maret 2022 diperpanjang lagi hingga akhir 2022.
Pemerintah mendorong kebijakan relaksasi kredit terus dilanjutkan tanpa adanya batas waktu. Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers terkait Hasil Sidang Kabinet Paripurna tentang Penanganan Pandemi Covid-19 dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2023, Rabu, 16 Pebruari 2022.
Airlangga mengatakan, kebijakan tersebut diperlukan karena pemerintah mendorong investasi sebagai mesin pertumbuhan ekonomi pada 2023, di luar APBN.
Hal ini juga sejalan dengan target pemerintah di mana defisit APBN akan dikembalikan ke level di bawah 3 persen sesuai dengan UU No. 2/2021.
“Maka peningkatan kredit perbankan penting, salah satunya adalah dari regulasi POJK [Peraturan Otoritas Jasa Keuangan] terkait relaksasi kredit yang diharapkan tidak ada pembatasan waktu,” katanya.
Di samping itu, pemerintah juga mengharapkan adanya kebijakan yang memperlonggar tingkat pencadangan perbankan.
Pasalnya, pemerintah melihat potensi yang besar dari penyaluran kredit perbankan yang saat ini dinilai masih rendah.
“Kita lihat potensi dari kredit di sektor perbankan masih tinggi. Realisasi saat ini yang sedikit di atas 5 persen dibandingkan dana pihak ketiga yang 12 persen, in masih punya ruang yg cukup tinggi,” jelas Airlangga.
Keputusan itu diambil untuk terus menjaga momentum percepatan pemulihan ekonomi nasional dan stabilitas perbankan serta kinerja debitur restrukturisasi Covid-19 yang sudah mulai mengalami perbaikan.
Restrukturisasi kredit yang dikeluarkan OJK sejak awal 2020 dinilai sangat membantu perbankan dan para debitur termasuk pelaku UMKM.
Untuk menjaga momentum itu dan memitigasi dampak dari masih tingginya penyebaran Covid-19, maka masa berlaku relaksasi restrukturisasi kredit diperpanjang hingga 2022.