MarketNews.id- Begawan Ekonom dan Guru Ekonomi Soemitro Djojohadikusumo, memiliki buah-buah pemikiran yang melintasi zaman.
Hal itu dikupas dalam acara Soemitro Economic Forum sesi diskusi bertema Membiayai Pembangunan Lewat Keunggulan.
Ekonom Senior dari Indonesia Financial Group, Ibrahim Kholilul Rohman, bahwa di era Presiden Prabowo memiliki fokus yang kuat terhadap peran BUMN.
Hal ini sejalan dengan pemikiran Soemitro bahwa peran pemerintah harus dioptimalkan. Karena peran pemerintah sebagai kendaraan mencapai optimalitas.
”Kehadiran Danantara diperlukan sehingga BUMN yang memang berfokus pada masyarakat grassroot bisa menjalankan dengan baik dan BUMN yang memang fokus pada kompetisi harus bisa didorong untuk dapat berkompetisi,” kata Ibrahim dalam acara Soemitro Economic Forum di di The Tribrata Hotel, Jakarta Selatan, Rabu, 4 Juni 2025.
Ibrahim juga menyinggung soal Pemerintahan Presiden Prabowo harus memulai dengan memperkuat pertanian untuk mewujudkan swasembada pangan atau dengan menopang penelitian dan pengembangan serta teknologi yang kuat.
”Di salah satu studi yang saya buat waktu menyusun S3, ada satu hal yang menarik, bahwa tantangan model ekonomi Sumitro yang bersifat structural, berarti perekonomian itu harus stay in process, alokasi, distribusi, akumulasi,” jelasnya.
Sementara itu, Program Officer Climate Impetative Foundation, Adhityani Putri mengatakan bahwa di sektor energi, transisi energi merupakan satu strategi yang perlu menjadi pilar dalam pemerintahan Presiden Prabowo untuk jadi super charging pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Awalnya transisi energi muncul dalam konteks upaya global untuk mentransisikan sumber energi yang digunakan dalam proses produksi dari fosil ke energi bersih dan terbarukan dalam upaya untuk memerangi krisis energi.
Menurut Putri, transisi energi Indonesia memiliki peluang besar. Dalam 20 tahun ke depan Indonesia bisa menjadi penguasa energi hijau.
”Ke depannya kita juga bisa ekspor energi bersih dalam bentuk elektron. Sekarang sedang digagas ASEAN power grid untuk menghubungkan jaringan transisi dan distribusi energi lintas negara di dalam kawasan ASEAN. Kita juga bisa ekspor dalam bentuk embodied energy misalnya produk green hydrogen dari energi terbarukan kita ekspor sebagai bahan bakar untuk industri,” terang Putri optimis.
Terlebih dia menilai dalam 20 tahun lagi di kawasan Asia dan di kawasan emerging economies akan terjadi lonjakan permintaan listrik.
”Kalau Indonesia mau menjadi clean energy superpower, harus bangun backbone-nya dari jaringan transmisi. Indonesia negara kepulauan yang sangat menantang dalam membangun sistem jaringan transmisi dan distribusi, tapi sudah ada rancangan besarnya, dengan blueprint baik dari PLN maupun dari Kementerian ESDM,” jelasnya.
Selain itu Indonesia harus mendorong sirkularitas dari mineral seiring dengan mendorong hilirisasi mineral. Bukan hanya di sisi aplikasi teknologinya saja tapi juga diperhatikan rehabilitasinya.
Terakhir, menurut Putri adalah sistem energi yang decentralized untuk menuju just transition, sesuai cita-cita Profesor Sumitro menuju negara yang berkeadilan.
Direktur Gas dan BBM PLN Energi Primer Indonesia, Rahmat Dewanto mengatakan sangat mendukung tentang swaembada energi. Dikatakannya dulu, Indonesia pernah jadi eksportir gas terbesar di dunia karena waktu itu fokusnya adalah devisa. Kalau sekarang kembali ke konstitusi untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Artinya swasembada atau ketahanan energi ini relevan dengan pemikirannya Profesor Sumitro bahwa energi menjadi salah satu sumber dari economic growth.
”Kalau gas ini di dalam negeri bisa digunakan untuk listrik dan selanjutnya nanti bisa digunakan smelter, digunakan oleh kawasan industri, dan sebagainya maka produk ikutannya akan banyak ke depan. Nah ini yang bisa menjadi potensi dari pertumbuhan ekonomi maupun penciptaan lapangan kerja,” kata Rahmat.
Terkait energi baru terbarukan yang banyak dijumpai di pelosok Sumatera, hingga utara Kalimantan, akan menggerakkan ekonomi dengan adanya investasi dengan membuka pusat pusat dari pertumbuhan di Indonesia.
”Yang perlu dipikirkan adalah bagaimana energi yang tidak terbatas ini bisa kita eksekusi dengan cepat. Misalnya gas ini bisa kita segera eksplorasi,” terang Rakhmad.
Tech Expert & Founder Marvin Foundation, Kurniawan Santoso mengatakan berkaca pada China yang dalam rentang waktu 20 tahun mampu melakukan banyak perubahan yang sangat besar.
”Jadi saya cukup optimis Indonesia 20 tahun lagi banyak peluang yang diciptakan. Di tahun 1952 ya, Pak Soemitro berdialog dengan Pak Syafrudin (Syafruddin Prawiranegara, tokoh Masyumi ), saya mengutip diksinya yaitu “Masalah yang menentukan adalah bagaimana kita dapat memperkuat dasar ekonomi kita, memperluas lapangan kehidupan dengan menjadikan sumber-sumber baru.” Kalau kita terjemahkan secara simple yaitu inovasi, teknologi dan SDM unggul,” pungkasnya.
Melalui pemaparan dari para panelis ini, Chairman Soemitro Economic Forum, Harryadin Mahardika memberi dua catatan penting untuk kemajuan Indonesia ke depan yakni ekonomi baru dan sumber daya alam yang menjadi keunggulan kita harus cepat dioptimalkan.
Abdul Segara