MarketNews.id- Emiten milik Peter Sondakh, Eagle High Plantations (BWPT) tengah berupaya memenuhi syarat untuk membagikan dividen sehingga meningkatkan minat serta daya tarik untuk memegang BWPT.
Terlebih dahulu, BWPT harus menghapus defisit sedalam Rp4,069 triliun per 31 Desember 2024 dengan cara kuasi reorganisasi.
“Dengan tidak adanya saldo defisit maka akan memunculkan harapan bahwa Perseroan mampu untuk membagikan deviden ke Pemegang Saham sesuai dengan peraturan yang berlaku,” tulis manajemen BWPT dalam keterangan resmi dikutip Kamis 24 April 2025.
Manajemen BWPT menilai, perseroan telah memenuhi ketentuan Peraturan IX.L.1 yang merupakan Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor Kep-718/BL/2012 Tanggal 28 Desember 2012 Tentang Kuasi Reorganisasi.
Buktinya, total defisit selama 3 tahun terakhir telah lebih dari 60 persen dari modal disetor. Rinciannya, defisit tahun 2024 mencapai 129 persen dari modal disetor; tahun 2023 mencapai 137 persen dan tahun 2022 menyentuh 143 persen dari modal disetor.
Syarat berikutnya, defiist mencapai 10 kali dari rata rata laba tahun berjalan. Sedangkan tahun 2024 sebesar 27,45 kali; tahun 2023 sebesar 29,21 kali; dan tahun 2022 mencapai 30,4 kali.
Selain itu, BWPT menunjukkan tren performa positif yang tercermin dari peningkatan laba tahun berjalan secara berturut-turut, masing-masing sebesar Rp 12,635 miliar pada tahun 2022, Rp 159,97 miliar pada tahun 2023, dan Rp 272,13 miliar pada tahun 2024. Sehingga ratarata laba tahun berjalan dibandingkan pendapatan usaha sebesar 3,47 persen.
Kedepan, BWPT akan membangun Pabrik Pengolahan Inti Sawit (KCP) sebagai bagian dari rencana hilirisasi produk seperti Palm Kernel Oil (PKO) dan Palm Kernel Meal (PKM
Pada sisi lain, Kantor Akuntan Publik Mirawati Sensi Idris secara umum menilai setelah pelaksanaan kuasai reorganisasi terdapat hal hal material yang menjadi perhatian tidak memenuhi ketentuan aksi korporasi ini.
Selanjutnya, BWPT harus mendapat restu pemodal dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada tanggal 15 Mei 2025. Terakhir aksi ini harus mendapat lampu hijau dari OJK.
Abdul Segara