MarketNews.id- Bursa Efek Indonesia (BEI) tidak membantah rumor pemecatan 5 karyawannya yang menerima gratifikasi sebagai balas jasa memuluskan jalan menjadi emiten.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menyatakan seluruh karyawan BEI dilarang menerima gratifikasi dalam bentuk apapun termasuk namun tidak terbatas pada uang, makanan, dan atau barang atas layanan atau transaksi yang dilakukan BEI dengan pihak ketiga.
“Tentunya apabila terdapat pelanggaran etika yang melibatkan karyawan BEI kami akan melakukan tindakan disiplin sesuai dengan ketentuan internal BEI,” tegas Nyoman kepada media, Senin 26 Agustus 2024.
Nyoman tidak membantah rumor pemecatan 5 karyawan BEI karena diduga menerima gratifikasi sebagai imbalan memuluskan jalan berapa calon emiten dalam proses IPO.
“Hal hal internal lain tentu bukan menjadi konsumsi untuk publik,” balas dia.
Sementara itu beredar surat dikalangan media memuat bahwa pada bulan Juli – Agustus 2024 BEI melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) kepada lima orang karyawannya.
Kelima karyawan itu diduga melakukan pelanggaran karena meminta imbalan dan gratifikasi atas jasa penerimaan Emiten untuk dapat tercatat sahamnya di BEl.
Masih menurut surat itu, lima karyawan Divisi Penilaian Perusahaan BEl yang berwenang terhadap penerimaan calon Emiten.
Atas imbalan uang yang diterima tersebut, oknum karyawan tersebut membantu memutuskan proses penerimaan calon Emiten untuk dapat listing dan diperdagangkan sahamnya di bursa.
Praktek oleh oknum karyawan penilaian perusahaan tersebut dikhabarkan telah berjalan beberapa tahun dan melibatkan beberapa Emiten yang saat ini telah tercatat sahamnya di bursa, dengan nilai uang imbalan berkisar ratusan juta sampai satu miliaran rupiah per emiten.
Melalui praktek terorganisir ini, bahkan para oknum tersebut khabarnya membentuk suatu perusahaan (jasa penasehat) yang pada saat dilakukan pemerikasaan ditemukan sejumlah akumulasi dana sekitar Rp20 miliar.
Proses penerimaan Emiten untuk dapat masuk bursa ini, disinyalir juga melibatkan oknum Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Abdul Segara