MarketNews.id Bursa saham Indonesia mengakhiri sesi perdagangan pekan pertama Juli 2024, Jumat 5 Juli 2024, dengan mencatatkan kenaikan IHSG sebesar 0,45 persen menjadi 7.253, naik tajam dibanding sesi penutupan pekan sebelumnya di posisi 7.064.
Ashmore mencatat, IHSG menutup pekan ini dengan lebih tinggi dari pekan sebelumnya, terutama didorong oleh sektor Industri dan Energi, yang masing-masing berkontribusi 6,17 persen dan 5,86 persen terhadap indeks.
Meskipun menghadapi tantangan ekonomi global, Ashmore melihat, pasar Indonesia telah menunjukkan ketahanan. Pekan ini, kita melihat data PMI jasa AS yang secara tak terduga melemah, terendah selama empat tahun. Eropa mengalami data inflasi yang lebih lemah tetapi masih sesuai dengan ekspektasi.
“Demikian pula, Indonesia juga mengalami data inflasi yang lebih lemah tetapi masih dalam kisaran target bank sentral sebesar 1,5 – 3,5 persen tahun ini,” tulis Ashmore.
Ashmore mencermati, pekan ini, rilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) terbaru Indonesia mengungkapkan penurunan inflasi yang signifikan, terutama didorong oleh penurunan harga di sektor makanan, minuman, dan tembakau. Tingkat inflasi utama turun menjadi 2,51 persen YoY pada bulan Juni, turun dari 2,84 persen YoY pada bulan Mei, menandakan perlambatan tekanan harga dalam perekonomian.
“Faktor utama di balik tren ini adalah penurunan signifikan dalam IHK makanan, minuman, dan tembakau, yang melambat dari 6,18 persen menjadi 4,95 persen YoY.
Kondisi cuaca yang baik dan panen yang lebih baik telah meningkatkan pasokan makanan, terutama pada komoditas pokok seperti beras dan sayuran, yang menyebabkan harga lebih rendah, ungkap Ashmore.
Lebih jauh, Ashmore menambahkan, inflasi tembakau juga mengalami penurunan karena melemahnya permintaan produk tembakau, yang dipengaruhi oleh kampanye kesehatan masyarakat yang sedang berlangsung dan pajak cukai yang lebih tinggi.
“Langkah-langkah ini merupakan bagian dari strategi pemerintah yang lebih luas untuk mengekang tingkat merokok dan meningkatkan kesehatan masyarakat, yang secara bertahap membentuk kembali perilaku konsumen,” sebut Ashmore.
Ashmore berpendapat, moderasi inflasi secara keseluruhan merupakan perkembangan positif bagi perekonomian Indonesia. Hal ini memungkinkan Bank Indonesia untuk mempertahankan sikap kebijakan moneter yang akomodatif, mendukung pertumbuhan ekonomi tanpa tekanan langsung untuk menaikkan suku bunga.
“Hal ini dapat menjadi pertanda baik bagi sektor-sektor yang sensitif terhadap biaya pinjaman, seperti real estat dan barang konsumsi diskresioner,” imbuh Ashmore.
Namun demikian, Ashmore mengingatkan, investor harus tetap waspada terhadap potensi volatilitas harga komoditas global dan gangguan rantai pasokan yang disebabkan oleh ketegangan geopolitik yang sedang berlangsung.
“Inflasi yang melandai menghadirkan prospek yang lebih baik bagi pasar ekuitas Indonesia, terutama bagi sektor-sektor yang diuntungkan oleh lingkungan inflasi yang lebih rendah,” papar Ashmore.
Secara keseluruhan, Ashmore tetap melihat peluang pertumbuhan di pasar Indonesia. Mengingat valuasi yang murah saat ini, terutama untuk saham-saham unggulan, ada potensi pertumbuhan yang signifikan.
Ashmore tetap optimistis pada obligasi berdurasi lebih panjang dengan katalis potensial seperti terbatasnya penerbitan obligasi pemerintah di samping skenario suku bunga yang sudah mencapai puncak.
“Diversifikasi merupakan strategi utama untuk memitigasi risiko dan memastikan portofolio investasi yang lebih aman.”
Untuk ekuitas, Ashmore merekomendasikan ASDN (YTD -1,87% per 4 Juli 2024) dan ADEN (YTD -3,61% per 4 Juli 2024). Sedangkan untuk reksa dana pendapatan tetap, Ashmore merekomendasikan ADON (YTD -1,05% per 4 Juli 2024) dan ADUN (YTD -2,38% per 4 Juli 2024) untuk portofolio Anda.