MarketNews.id Penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), terus alami peningkatan di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi belakangan ini. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan kepemilikan non residen hingga Rp71, 55 triliun naik 18,18 persen dari total outstanding. Penerbitan SRBI terbukti meningkatkan transmisi kebijakan moneter ke pasar uang, SBN, dan pasar valas.
Bank Indonesia (BI) mencatat, aliran modal asing masuk melalui instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebesar Rp 508,41 triliun per 21 Mei 2024.
Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan, di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi, penerbitan SRBI juga mendukung aliran masuk modal asing ke dalam negeri. Hal tersebut tercermin dari kepemilikan non residen yang meningkat dari Rp 71,55 triliun (18,18% dari total outstanding) pada 23 April 2024 menjadi Rp 142,9 triliun (28,11% dari total outstanding) pada 21 Mei 2024.
“Hasil asesmen menunjukkan, penerbitan SRBI meningkatkan transmisi kebijakan moneter ke pasar uang, pasar SBN, dan pasar valas, serta turut berpengaruh positif terhadap pemanfaatan aset portofolio bank dalam optimalisasi pembiayaan kredit,” tutur Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Mei 2024 di Gedung Thamrin BI pada Rabu 22.Mei 2024.
BI terus mengoptimalkan berbagai instrumen moneter pro market yang telah diterbitkan. Sejak 2023, selain menerbitkan SRBI, BI juga menghadirkan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI). Instrumen SVBI dan SUVBI telah menarik modal asing sebesar US$ 2,13 miliar dan US$ 257 juta.
“SRBI, SVBI, dan SUVBI akan memperkuat upaya pendalaman pasar uang dan mendukung aliran masuk modal asing ke dalam negeri sehingga mendukung stabilitas nilai tukar rupiah,” jelas Perry.
Perry menegaskan, BI terus mengoptimalkan berbagai inovasi instrumen pro market dari sisi volume maupun daya tarik imbal hasil, didukung kondisi fundamental ekonomi domestik yang kuat, untuk mendorong kembali aliran masuk portofolio asing ke pasar keuangan domestik.
“Optimalisasi instrumen moneter pro market juga terus dilakukan untuk memperkuat efektivitas transmisi kebijakan dalam memastikan inflasi tetap terkendali dan nilai tukar rupiah tetap stabil,” pungkas Perry.