MarketNews.id Semakin menurunnya surplus perdagangan RI dalam beberapa bulan terakhir, sudah diprediksi banyak pihak. Semakin berkepanjangan konflik Rusia- Ukraina berdampak pada menurunnya perekonomian Amerika, Eropa termasuk China sudah semakin terasa dampaknya buat Indonesia.
Meskipun secara umum Indonesia dan India termasuk negara yang masih kuat dibanding negara lainnya, ini tercermin dari masih ekspansifnya Indeks PMI yang masih di atas 50. Penurunan ekspor RI akibat menurunnya komoditas tambang dan sawit sudah mulai berdampak pada menurunnya surplus perdagangan RI.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus perdagangan Indonesia pada Juli 2023 sebesar USD1,31 miliar. Nilai surplus ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan surplus perdagangan bulan Juli 2023 ini menambah daftar panjang surplus yang telah dicatatkan Indonesia. Artinya selama 39 bulan neraca perdagangan nasional selalu surplus sejak Mei 2020.
Dijelaskan Amalia, untuk surplus perdagangan secara kumulatif (Januari – Juli 2023) mencapai USD21,24 miliar. Untuk surplus secara bulanan ditopang oleh ekspor sebesar USD20,88 miliar, sementara impornya USD19,57 miliar.
“Surplus Juli 2023 ini lebih rendah dari bulan sebelumnya dan dengan bulan yang sama di tahun lalu,” tutur Amalia dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa 15 Agustus 2023.
Lebih rinci, Amalia menyatakan nilai ekspor pada Juli 2023 ini apabila dibandingkan dengan Juni 2023 (month to month/ mtom) naik 1,28 persen dimana saat itu nilai ekspor pada Juni 2023 sebesar USD20,60 miliar. Sementara jika dibandingkan periode yang sama di tahun 2022 (year on year/ yoy) turun tajam sebesar 18,03 persen dari sebelumnya USD25,47 miliar.
Kemudian dari sisi impor, secara bulanan jika dibandingkan Juni 2023 terjadi peningkatan sebesar 14,10 persen dari semula USD17,15 miliar. Sedangkan secara tahunan turun 8,32 persen yoy dari sebelumnya USD21,35 miliar.
Lebih lanjut untuk kinerja ekspor secara kumulatif dari Januari – Juli 2023 yaitu USD149,53 miliar atau turun 10,27 persen dari periode yang sama di tahun 2022 USD166,64 miliar.
“Penurunan (ekspor kumulatif) paling besar terjadi pada seluruh sektor dimana terdalam yaitu sektor tambang dan lainnya yaitu -13,78 persen,” tukasnya.
Adapun impor kumulatif sebesar USD128,30 miliar atau terjadi penurunan sebesar 6,71 persen year on year dari semula USD137,53 miliar.
“Impor non migas mencapai USD108,52 miliar atau turun 4,47 persen sedangkan impor migas mencapai USD19,77 miliar atau turun 17,34 persen,” pungkasnya.