MarketNews.id Setelah alami penurunan laba hingga 81 persen di 2022, PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) menderita kerugian di kuartal I 2023 sebesar Rp 4,39 triliun.
Kerugian kali ini lantaran kontribusi dari anak usaha STGR yakni PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dan PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) alami penurunan signifikan. Padahal, SRTG sebagai induk usaha masih sangat bergantung pendapatan utamanya kepada kedua emiten ini.
Belajar dari kejadian ini, SRTG akan memfokuskan bisnis yang bukan dari sumber daya alam yang dapat habis dan tidak dapat diperbarui. SRTG akan fokus investasi pada energi terbarukan yang juga sudah dilakukan oleh perusahaan.
Manajemen PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) mengungkapkan, kinerja perseroan di Kuartal I-2023 berbalik mencatatkan kerugian dipengaruhi oleh penurunan kontribusi PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dan PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO).
Menurut Direktur SRTG, Devin Wirawan, kerugian perseroan selama tiga bulan pertama tahun ini dibanding periode yang sama di 2022 dipengaruhi oleh pengukuran nilai wajar yang dapat berubah dari waktu ke waktu atas portofolio Saratoga.
“Saratoga memang saat ini sekitar 85 persennya masih dikontribusikan oleh tiga perusahaan blue chips,” ujar Devin saat pelaksanaan Public Expose di Jakarta, Senin 15 Mei 2023.
Seperti diketahui, selama tiga bulan pertama tahun ini, kinerja keuangan (SRTG) berbalik mencatatkan rugi bersih hingga Rp4,39 triliun, padahal di periode yang sama tahun sebelumnya bisa membukukan laba bersih Rp3,56 triliun.
Selain MDKA dan ADRO, portofolio SRTG berkategori blue chip adalah PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG). Namun, hanya MDKA dan ADRO yang terkait dengan sumber daya alam (SDA), sedangkan TBIG merupakan perusahaan yang bergerak di bidang infrastruktur telekomunikasi.
Kendati performa operasional MDKA dan ADRO mengalami peningkatan, namun kata Devin, penjualan kedua anak usaha SRTG ini sangat tergantung pada harga komoditas. “Strategi ke depannya, Saratoga berusaha untuk menciptakan pilar baru, supaya ketergantungan dengan perusahaan-perusahaan portofolio dari natural resources industry ini dapat berkurang,” tuturnya.
Tetapi, tegas Devin, strategi pembentukan pilar bisnis yang baru ini bukan berarti bahwa SRTG akan menjual MDKA dan ADRO. “Yang akan kami lakukan adalah, akan menambah investasi-investasi baru di perusahaan-perusahaan yang bukan natural resources,” kata Devin.
Lebih jauh Devin mengungkapkan, saat ini industri yang sangat bagus bagi SRTG adalah energi terbarukan maupun industri kesehatan. Meskipun baru-baru ini SRTG menjual seluruh kepemilikannya di PT Famon Awal Bros Sedaya Tbk (PRAY) yang merupakan pengelola Primaya Hospital.