Pekan pertama Mei 2023 perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), hampir seluruh indikator perdagangan alami penuruan. Indeks saham melorot hingga 1,85 persen. Nilai kapitalisasi pasar sampai dengan akhir pekan ini adalah sebesar Rp9.624,468 triliun.
Nilai tersebut mengalami penurunan sebesar 1,69 persen dari Rp9.790,231 triliun pada pekan lalu. Penurunan sebesar 4,17 persen dicatatkan oleh rata-rata volume transaksi harian Bursa menjadi 15,015 miliar saham dari 15,669 miliar saham pada sepekan yang lalu.
Selanjutnya, rata-rata frekuensi transaksi harian Bursa juga mengalami penurunan sebesar 5,03 persen menjadi 1.275.793 dari 1.343.327 transaksi yang terjadi pada pekan sebelumnya.
Sementara itu, rata-rata nilai transaksi harian Bursa melorot sebesar 21,7 persen menjadi Rp10,387 triliun dari Rp13,265 triliun pada pekan yang lalu.
Sepanjang tahun 2023, investor asing mencatatkan nilai beli bersih sebesar Rp18,179 triliun. Sedangkan pada hari Jumat, 5 Mei 2023, investor asing mencatatkan nilai jual bersih sebesar Rp337,17 miliar.
Banyak faktor penyebab lesunya transaksi di BEI. Diantaranya, adalah keputusan Federal Reserve yang tidak secara tegas menyatakan akan ada penurunan suku bunga acuan di Semester II-2023. Padahal pelaku pasar berharap the Fed segera menurunkan suku bunga acuan agar masalah krisis perbankan AS segera mereda.
Seperti diketahui Bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve alias The Fed kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin, kenaikan kesepuluh berturut-turut sejak Maret 2022.
Pertemuan FOMC The Fed pada 2-3 Mei 2023 menghasilkan penetapan target suku bunga acuan sebanyak 0,25 persen ke kisaran 5-5,25 persen, level tertinggi sejak 2007.
Penyebab lainnya, AS terancam gagal bayar utang pada 1 Juni 2023 jika Pemerintah dan Kongres AS gagal menyepakati plafon utang yang baru. Ini juga menjadi sentimen negatif sehingga IHSG melemah dalam minggu ini.
Sebagaimana diketahui, Gedung Putih menyatakan ekonomi AS bisa meghadapi guncangan parah jika pemerintah mengalami gagal bayar utang atau default. Kondisi default yang berkepanjangan dapat menyebabkan 8,3 juta orang kehilangan pekerjaan dan pasar saham AS jatuh hingga 45 persen.
Beberapa analis mengungkapkan bahwa default yang berlarut-larut dapat mengancam lebih dari 8 juta pekerjaan pada kuartal III-2023.
Bahkan sebelumnya, Menteri Keuangan AS Janet Yellen memperingatkan, pemerintah federal terancam mengalami gagal bayar utang paling cepat 1 Juni 2023 jika Kongres dan Gedung Putih gagal sepakat menaikkan atau menangguhkan plafon utang.