Marketnews.id Setelah terjadi outflow dana asing di akhir tahun lalu, pada Pebruari ini terjadi pembalikan dana. Dimana pada penawaran Surat Berharga Negara (SBN) per 18 Pebruari 2022, aliran dana asing masuk SBN dan saham mencapai Rp 25,9 triliun. Kembalinya dana asing ke pasar domestik ini sebagai pertanda stabilitas ekonomi dan tingkat suku bunga (yield US Treasury) kompetitif.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan minat investor asing untuk investasi di Indonesia masih tetap tinggi di tengah tekanan eksternal seperti potensi kenaikan suku bunga The Fed.
Per 18 Februari 2022 lalu aliran dana asing ke pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan saham mencapai Rp25,9 triliun.
Sri Mulyani mengatakan, kembalinya dana asing ke pasar domestik ini sebagai pertanda bahwa stabilitas ekonomi dan tingkat suku bunga (yield US Treasury) kompetitif. Aliran dana asing ini menjadi yang tertinggi dalam beberapa bulan terakhir.
“Indonesia sedikit mengalami outflow baik di SBN atau saham. Namun semenjak tahun 2022 awal sudah terjadi pembalikan inflow di Indonesia. Ini sangat menarik karena di satu sisi justru probabilitas the Fed menaikkan suku bunga semakin pasti namun justru capital kembali flowing back ke Indonesia,” ucap Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual, Selasa, 22 Pebruari 2022.
Dijelaskan Sri Mulyani pada akhir tahun 2021 lalu tepatnya pada November 2021 terjadi capital outflow sebesar Rp33,9 triliun. Kemudian pada Desember 2021 arus modal yang keluar mencapai Rp25,7 triliun. Namun mulai tahun 2022 terjadi perbaikan dimana aliran modal asing pada Januari 2022 mencapai Rp25,7 triliun dan semakin meningkat pada Februari 2022 ini.
“Terlihat pembelian saham dan SBN oleh investor asing cukup signifikan yaitu Rp25,9 triliun pada 22 Februari 2022. Ini tentu menyebabkan yield dari SBN kita terjaga dengan baik dan CDS 5 tahun kita naik tapi nggak terlalu berarti,” ulasnya.
Terkait dengan asumsi kenaikan Fed Fund Rate (FFR) oleh Bank Central Amerika Serikat, Sri Mulyani menambahkan bahwa ada potensi kenaikan FFR di tahun 2022 sebanyak 5 hingga 7 kali. Hal ini sebagai imbas dari tingginya inflasi di Amerika Serikat yang mencapai level 7,5 persen atau yang tertinggi sepanjang 40 tahun terakhir.
“Dalam beberapa konsensus kemungkinan The Fed akan menaikkan suku bunganya antara 5-7 kali pada tahun ini. Ini tentu merupakan perubahan yang tadinya dovish menjadi hawkish sehingga tentu akan berakibat pada arus modal di negara-negara emerging market,” pungkas Sri Mulyani.