Marketnews.id Adanya potensi peningkatan risiko pembiayaan kembali dari obligasi yang akan jatuh tempo pada Mei 2022 mendatang jadi salah satu alasan Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mengoreksi prospek peringkat PT Waskita Karya Persero Tbk (WSKT) ke posisi ‘Negatif’ dari sebelumnya berada di posisi ‘Stabil’.
Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) akhirnya mengoreksi prospek peringkat PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) ke posisi ‘Negatif’ dari sebelumnya berada di posisi ‘Stabil’, karena adanya potensi peningkatan risiko pembiayaan kembali dari obligasi yang akan jatuh tempo pada Mei 2022.
Penetapan rating outlook WSKT tersebut disampaikan oleh analis Pefindo, Yogie Surya Perdana dan Aryo Perbongso dalam analisa yang dikirimkan melalui surat elektronik, Jakarta, Jumat, 11 Pebruari 2022.
“Prospek untuk peringkat perusahaan direvisi menjadi ‘Negatif’ dari sebelumnya ‘Stabil’ untuk mengantisipasi meningkatnya risiko pembiayaan kembali dari obligasi yang kan jatuh tempo pada Mei dan Oktober sebesar Rp2,1 triliun,” kata Yogie.
Dia menyampaikan, saat ini Pefindo menetapkan WSKT dan Obligasi Berkelanjutan III maupun Obligasi Berkelanjutan IV di level idBBB (Triple B). “Kami juga menegaskan peringkat untuk Obligasi III-2021 di level idAAA(gg),” ucapnya.
Pada saat yang sama, Pefindo juga menetapkan peringkat untuk Obligasi Berkelanjutan II-2017 Seri B yang akan jatuh tempo pada 22 Februari 2022 sebesar Rp910 miliar di idBBB. “WSKT diharapkan dapat melunasi obligasi yang akan jatuh tempo tersebut dengan menggunakan kas internal yang berasal dari pembayaran proyek konstruksi dan hasil divestasi,” tutur Yogie.
Awalnya, menurut Yogie, WSKT berencana membiayai kembali seluruh obligasi yang akan jatuh tempo pada tahun ini dengan menggunakan dana dari rencana aksi korporasi. “Tetapi, kami memahami bahwa rencana ini masih dalam proses, sehingga realisasi penyelesaian rencana aksi korporasi tersebut berada di luar batas waktu yang diharapkan,” ujarnya.
Perubahan prospek peringkat WSKT tersebut juga mencerminkan risiko pelaksanaan rencana aksi korporasi, karena bergantung pada selera dan kondisi pasar yang bisa semakin menantang bagi WSKT dalam kaitannya dengan situasi gagal bayar salah satu anak perusahaannya, yakni PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP).
Sebagaimana diketahui, WSBP telah ditetapkan berada dalam masa Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ( PKPU ) Sementara melalui Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Yogie menjelaskan, obligor dengan peringkat idBBB memiliki kemampuan yang memadai —dibandingkan obligor Indonesia lainnya— untuk memenuhi komitmen keuangan jangka panjang. Namun, kemampuan obligor lebih mungkin akan terpengaruh oleh perubahan buruk keadaan dan kondisi ekonomi.
Sementara itu, Efek utang dengan peringkat idAAA merupakan peringkat tertinggi yang diberikan oleh Pefindo. Emiten dengan peringkat idAAA memiliki kemampuan superior untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka panjang atas Efek utang tersebut, dibandingkan emiten Indonesia lainnya.
Sedangkan, akhiran (gg) pada suatu peringkat menunjukan adanya pertimbangan keamanan dalam bentuk garansi dari pemerintah. Peringkat WSKT sebagai perusahaan, mencerminkan peran penting WSKT bagi pemerintah, posisi pasar yang kuat di sektor konstruksi dan memiliki keuntungan sebagai perusahaan konstruksi milik negara.
Tetapi, lanjut Yogie, peringkat dibatasi oleh profil likuiditas yang lemah, leverage keuangan yang tinggi dan lingkungan bisnis yang cukup fluktuatif pada industri konstruksi. “Peringkat dapat diturunkan, jika kami percaya bahwa terjadi penurunan tingkat dukungan pemerintah kepada WSKT,” ucap Yogie.
Dia menambahkan, lemahnya akses ke sumber pendanaan eksternal —terutama dengan bank-bank milik pemerintah— juga dapat menurunkan peringkat, karena akan mengurangi kemampuan WSKT dalam menjalankan kegiatan operasional.
Sehingga, kata Yogie, kondisi tersebut berpotensi menyebabkan tertundanya penyelesaian proyek dan mengakibatkan rendahnya profitabilitas perseroan.
“Akses yang lebih lemah ke pendanaan eksternal juga akan membuat WSKT menghadapi risiko likuiditas dan pembiayaan kembali (refinancing) yang lebih tinggi. Peringkat juga dapat diturunkan jika terjadi penurunan dalam pencapaian kontrak baru yang substansial, sehingga berdampak pada visibilitas pendapatan WSKT yang tidak memadai,” papar Yogie.