Home / Corporate Action / Bank Tetap Untung Bila Simpan Uang Di Obligasi meski Tappering off Di realisasi

Bank Tetap Untung Bila Simpan Uang Di Obligasi meski Tappering off Di realisasi

Marketnews.id Penyaluran kredit perbankan di 2022 diprediksi akan terus mengalami peningkatan sejalan dengan terus meningkat dana pihak ketiga yang jumlahnya saat ini telah mencapai Rp 7.000 triliun. Bank tetap bisa meraih untung besar meskipun kelebihan dana yang dimiliki di investasikan pada instrumen Obligasi meskipun kebijakan bank sentral AS tetap lakukan Tappering off.

Lembaga perbankan di dalam negeri diyakini akan tetap mencatatkan untung pasca The Fed merealisasikan rencana tapering-off, karena sejauh ini perbankan banyak yang menempatkan dana pada instrumen obligasi dan ditambah pula dengan aksi window dressing untuk laporan keuangan 2021.


Menurut Value Investor and Lecturer of Finance, Erman Sumirat dalam acara IPOTLook 2022 bertajuk “Embracing The New Economy” yang digelar secara virtual, Sabtu 11 Desember 2021, catatan historis di 2013 menunjukkan bahwa saat The Fed melakukan tapering, industri perbankan menjadi sektor yang paling terpukul.


“Uang bank banyak yang disimpan di obligasi. Kalau nantinya ada tapering dan yield obligasi yang tentunya naik, seharusnya bank masih tetap untung,” ujar Erman sembari menyebutkan bahwa penyaluran kredit perbankan di 2022 akan mengalami pertumbuhan.


Namun, sejauh ini jumlah dana pihak ketiga (DPK) perbankan masih terus bertumbuh yang hampir mencapai Rp7.000 triliun, sementara kredit belum mampu mengalami pertumbuhan secara cepat. Beruntungnya, praktik digital payment terus meningkat dan pertumbuhannya mencapai 32 persen.


“Diharapkan dengan adanya digital banking, biaya operasional perbankan maupun biaya branch bisa mengalami penurunan,” ujar Erman.


Saat ini, rasio keuangan di industri perbankan domestik terbilang cukup kuat, tercermin dari besaran rasio kecukupan modal (CAR) yang mencapai 25 persen, meski loan to deposit ratio (LDR) masih rendah di level 79 persen. “Net interest margin semakin menurun dari yang sebelum-sebelumnya sebesar 6 persen menjadi sekitar 5-4 persen,” imbuhnya.


Apabila bank sentral AS melakukan tapering, kata Erman, besaran cost of fund perbankan domestik sudah terbilang rendah. “Berarti uangnya masih disimpan di obligasi. Kalau ada tapering —biasanya yield obligasi naik—, sehingga bank masih tetap mempunyai margin,” tegasnya.


Namun demikian, menurut dia, indeks perbankan diperkirakan mengalami penurunan, jika bercermin pada pelaksanaan tapering di 2013. “Finance sector itu menurun kalau ada tapering, seperti di 2013, tetapi pada 2014-2015 cepat naik lagi,” kata Erman.


Lebih lanjut Erman mengatakan, untuk Tahun Buku 2021, perbankan bisa mencatatkan keuntungan yang didorong oleh Pre-provisioning Operating Profit ( PPOP ). Dia menyebutkan, bank bisa membalikkan dana cadangan untuk mengantisipasi kredit macet ke pos laba bersih perusahaan.


“Mungkin juga akan terjadi window dressing di beberapa bank, seperti menekan NPL (rasio kredit macet) dan yang kemarin-kemarin cadangan PPOP -nya tinggi dan tidak terpakai, bisa dikembalikan lagi. Jadi, semacam ada keuntungan lain-lain,” tuturnya.


Berdasarkan data Bloomberg, kata Erman, saat ini para investor bisa mencermati sejumlah saham perbankan yang potensial untuk melanjutkan tren kenaikan di 2022, seperti BBCA, BBRI, BMRI, ARTO dan BBNI.

Check Also

Target Prapenjualan PANI Turun 3,6 Persen Jadi Rp5,3 Triliun Di 2025

MarketNews.id- Pantai Indah Kapuk Dua (PANI), emiten properti kongsian Agung Sedayu milik Sugianto Kusuma alias …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *