Marketnews.id Penyelamatan terhadap kinerja PT Garuda Indonesia Tbk sebagai maskapai penerbangan pembawa bendera negara semakin rumit setelah manajemen mengumumkan untuk menunda pembayaran kupon Sukuk yang sudah jatuh tempo awal Juni lalu. Pihak manajemen emiten penerbangan ini secara resmi minta waktu 14 hari untuk menunda pembayaran kupon Sukuk yang telah jatuh tempo.
Permasalahan manajemen emiten ini semakin mencuat setelah adanya saling bantah dan sindir antara jubir Kemeneg BUMN Arya Sinulingga Dengan komisaris PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) Peter Gontha sebagai wakil pemegang saham 28 persen saham GIAA. Setelah 9 tahun sebagai pemegang saham PT GIAA dikabarkan telah telah mengalami kerugian sekitar Rp 11,2 triliun.
Emiten maskapai PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. menggunakan hak masa tenggang 14 hari untuk menunda pembayaran kupon sukuk global yang jatuh tempo 3 Juni 2021.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Prasetio mengungkapkan penggunaan hak masa tenggang atau grace period selama 14 hari ini, dalam hal pembayaran jumlah pembagian berkala kupon sukuk yang jatuh tempo pada 3 Juni 2021.
Ketentuan pembayaran kupon sukuk tersebut mengacu pada persetujuan sebelumnya mengenai perpanjangan masa pelunasan pokok sukuk sebesar US$500 juta atau trust certificate Garuda Indonesia Global Sukuk Limited selama 3 tahun dari waktu jatuh tempo yang semula pada 3 Juni 2020.
Artinya, emiten bersandi GIAA ini memperpanjang waktu pembayaran sukuk globalnya dan selama periode perpanjangan tersebut tetap wajib melaksanakan pembayaran atas kupon sukuk tersebut.
“Perseroan saat ini tengah menghadapi tekanan kinerja seiring dengan kondisi industri penerbangan yang juga terdampak signifikan imbas situasi pandemi Covid-19,” jelasnya dikutip, Jumat (4/6/2021).
Dia mengklaim perseroan telah melakukan berbagai langkah strategis dan proaktif mengatasi tantangan kinerja usaha yang terjadi saat ini.
Namun, pihaknya mempertimbangkan perkembangan situasi pandemi yang masih berlangsung, khususnya terkait munculnya mutasi baru Covid-19 yang berdampak terhadap diberlakukannya kembali pembatasan pergerakan dan transportasi di sejumlah wilayah. Hal ini berimplikasi terhadap tren penurunan trafik penumpang yang merupakan aspek krusial dari kinerja perseroan.
Kondisi kinerja usaha perseroan tersebut juga semakin terdampak imbas penurunan trafik penumpang pada periode peak season Lebaran berkenaan kebijakan peniadaan mudik yang berlaku dua tahun berturut-turut.
“Menyikapi tantangan ini, perseroan terus melakukan berbagai langkah strategis dalam upaya pemulihan kinerja melalui upaya rasionalisasi rute penerbangan, restrukturisasi utang hingga yang terutama negosiasi dengan lessor pesawat,” katanya.
Lebih lanjut, perseroan memilih menggunakan hak atas masa tenggang selama 14 hari dalam rangka pemenuhan pembayaran kupon atas jumlah pembagian berkala yang jatuh tempo pada 3 Juni 2021.
“Perseroan akan mengumumkan tindak lanjut mekanisme pemenuhan kewajiban pembayaran kupon sukuk sebelum berakhirnya masa tenggang,” paparnya.
Prinsipnya, keputusan GIAA menunda pembayaran kupon kepada pemegang sukuk merupakan bagian dari komitmen dalam memenuhi kewajiban kepada pemegang sukuk dengan memperhatikan upaya keberlangsungan usaha di tengah tantangan industri penerbangan akibat dampak pandemi Covid-19.
Berdasarkan keterbukaan di Bursa Efek Singapura (SGX), Kamis (3/06/2021), GIAA menunjuk PT Mandiri Sekuritas, Cleary Gottlieb Steen & Hamilton LLP dan Assegaf Hamzah & Partners untuk membantu upaya berkelanjutannya perihal restrukturisasi utang.
Adapun, mengutip laporan Bloomberg, kinerja keuangan Garuda Indonesia tak kunjung membaik pada 2021. BBahkan, maskapai BUMN itu mencatatkan utang hingga Rp70 triliun.
Berdasarkan laporan dari Bloomberg, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra dalam pernyataannya kepada karyawan perusahaan mengatakan emiten penerbangan pelat merah ini dalam kondisi berat secara finansial.
Irfan mengatakan Garuda Indonesia memiliki utang sebesar Rp70 triliun atau US$4,9 miliar. Jumlah utang tersebut bertambah lebih dari Rp1 triliun per bulannya seiring dengan penundaan pembayaran yang dilakukan perusahaan kepada pada pemasok.
“Saat ini arus kas GIAA berada di zona merah dan memiliki ekuitas minus Rp41 triliun,” paparnya dikutip dari Bloomberg, Minggu (23/5/2021).
Garuda Indonesia juga akan melakukan restrukturisasi bisnis yang mencakup pengurangan jumlah armada pesawat hingga 50 persen. Upaya tersebut perlu dilakukan guna mengatasi krisis yang diakibatkan oleh pandemi virus corona. Salah satu bentuk restrukturisasi tersebut adalah melalui pengurangan armada pesawat yang operasional.
“Kami memiliki 142 pesawat dan menurut perhitungan awal terkait dampak pemulihan saat ini, GIAA kemungkinan akan beroperasi dengan tidak lebih dari 70 pesawat,” ujarnya.
Namun, Irfan menolak memberi komentar terkait kabar ini saat dikonfirmasi Bloomberg. Departemen Corporate Communications perusahaan juga tidak merespons saat dimintai keterangan oleh Bloomberg.
Adapun, pada Kamis (3/6/2021) Irfan menyampaikan permintaan maaf lantaran hingga kini masih bungkam terkait situasi maskapai plat merah tersebut.
Dia mengaku selama ini jajaran manajemen Garuda Indonesia berkomitmen penuh untuk selalu memprioritaskan transparansi kepada seluruh pemangku kepentingan, termasuk rekan-rekan media sebagai mitra strategis perusahaan.
“Saya secara pribadi turut menyampaikan permohonan maaf dari lubuk hati saya jika dalam situasi yang menantang seperti saat ini, saya belum dapat membalas maupun menjawab secara satu persatu, pertanyaan dan konfirmasi yang rekan-rekan media sampaikan,” katanya dalam pesan pribadi yang dikirimkan pada awak media, Kamis (3/6/2021).
Lebih lanjut dirinya meminta maklum apabila hingga kini belum dapat menyampaikan tanggapan lebih lanjut atas opini yang mengemuka supaya tidak menciptakan polemik-polemik baru.