Marketnews.id Dimasa sulit seperti yang terjadi dalam dua tahun terakhir ini, bisnis pinjaman melalui teknologi finansial (Fintech) maupun gadai semakin marak bak jamur di musim hujan. Tapi ingat, tidak semua lembaga peminjaman tersebut legal atau memiliki ijin resmi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Seperti diketahui, sejak awal 2020 hingga Akhir Pebruari 2021 Satgas Waspada Investasi (SWI) telah menghentikan dan menutup sebanyak 390 kegiatan investasi ilegal dan 1.200 Fintech ilegal serta perusahaan gadai tak terdaftar. Rendahnya tingkat literasi keuangan masyarakat jadi salah satu penyebab mengapa masyarakat banyak yang tergiur oleh lembaga Fintech ilegal.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, kegiatan jasa keuangan ilegal di masa pandemi Covid-19 semakin meningkat, sehingga masyarakat diminta untuk menghindari transaksi pinjaman online maupun investasi di perusahaan yang tak terdaftar di OJK.
Menurut anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Tirta Segara, pada masa pandemi Covid-19 jumlah kasus investasi ilegal, termasuk kegiatan pinjaman melalui teknologi finansial (fintech) maupun gadai semakin marak.
“Sejak awal 2020 sampai akhir Februari 2021, Satgas Waspada Investasi (SWI) telah menghentikan dan menutup sebanyak 390 kegiatan investasi ilegal,” ujar Tirta dalam acara bertajuk “Infobank: Melindungi Masyarakat dari Jeratan Fintech dan Investasi Ilegal”, di Jakarta, Selasa (13/4).
Menurut Tirta Segara, OJK sudah menghentikan dan menutup sebanyak 1.200 fintech ilegal, serta perusahaan gadai tak terdaftar di OJK. “Tetapi, pada masa pandemi ini masih saja banyak fintech ilegal yang terus bermunculan,” ucapnya.
Tirta mengungkapkan, maraknya kegiatan investasi dan fintech ilegal disebabkan rendahnya tingkat literasi keuangan di masyarakat, yaitu hanya 38 persen. “Sementara, tingkat inklusi sudah 76 persen berdasarkan hasil survei 2019. Kalau sekarang, tingkat literasi sudah semakin tinggi, tetapi masih ketinggalan dengan angka inklusi,” tutur dia.
Pada dasarnya, jelas Tirta, keputusan untuk berinvestasi atau melakukan pinjaman secara online hanya harus memenuhi prinsip 2L, yakni legal dan logis. “Pada awal Januari 2021, terdapat 148 fintech yang sudah terdaftar dan berizin di OJK. Sepuluh di antaranya adalah fintech syariah,” kata Tirta.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Sarjito, mengatakan sebanyak 148 fintech tersebut merupakan peer-to-peer lending (P2PL). “Yang terdaftar ada 102 fintech dan 46 yang sudah berizin,” ucap Sarjito.
Sarjito mengungkapkan, sejauh ini belum ada ketentuan hukuman pidana terhadap fintech yang tidak memiliki izin. Namun, kata dia, saat ini OJK sedang membahas mengenai ketentuan yang bisa memberikan sanksi pidana bagi fintech ilegal, dan diharapkan bisa terselip di RUU Perlindungan Data Pribadi atau RUU Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (P2SK).
“Sekarang sudah saatnya kita boikot semua peer-to-peer lending yang berbau tidak terdaftar dan tidak berizin dari OJK,” tutur Sarjito sembari mengatakan masyarakat diharapkan bisa mengenali kegiatan jasa keuangan ilegal.
Sarjito menyebutkan, ciri-ciri kegiatan investasi ilegal adalah menjanjikan keuntungan yang tidak wajar dalam waktu singkat, menjanjikan bonus dari perekrutan anggota baru, memanfaatkan nama tokoh masyarakat, menyatakan bebas risiko dan tidak memiliki legalitas, pungkasnya.