Marketnews.id Pemerintah lewat Otoritas Jasa Keuangan (OJK), telah memutuskan untuk memperpanjang restrukturisasi pembiayaan hingga April 2022. Keputusan ini tentunya disambut baik oleh debitur lembaga pembiayaan. Karena debitur diberi kesempatan untuk mempersiapkan diri lebih baik. Sementara lembaga pembiayaan sendiri justru akan memperketat pemberian fasilitas tersebut mengingat ada beberapa debitur nakal yang memanfaatkan fasilitas ini untuk tujuan negatif.
Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) menyatakan, perusahaan pembiayaan akan lebih selektif dalam menerima pengajuan restrukturisasi pembiayaan. Leasing disebut ingin menjaga kualitas portofolio pembiayaan di tengah iklim industri yang belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi.
Ketua Umum APPI Suwandi Wiratno mengatakan, setiap perusahaan pembiayaan memiliki kebijakan masing-masing dalam menerapkan program restrukturisasi. Dia menambahkan kondisi setiap perusahaan berbeda sehingga kebijakan dan kriteria yang ditetapkan juga beragam.
“Debitur sekarang banyak yang sudah pulih, tapi kalau yang belum kuat, ya, bisa lanjut restrukturisasi, bisa juga setop pembiayaan secara baik-baik,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (1/1/2020).
Suwandi mengakui memang ada debitur di sektor-sektor tertentu yang tidak bisa dipaksa pulih dalam waktu dekat.Namun, dia menilai tren ke depan, leasing pasti lebih ketat menerima permintaan restrukturisasi agar tak ada lagi debitur yang mencari celah.
Data terakhir APPI mengungkap bahwa nilai restrukturisasi yang telah disetujui industri multifinance mencapai 4,93 juta kontrak, dengan nilai outstanding pokok Rp148,32 triliun dan bunga Rp39,66 triliun.
Nilai yang telah disetujui ini berasal dari permohonan 5,53 juta kontrak pembiayaan dengan nilai outstanding pokok mencapai Rp167,65 triliun dan bunga Rp44,42 triliun.
Sisa permohonan yang belum disetujui terbagi dalam ditolak berjumlah 310.899 kontrak (pokok Rp9,74 triliun, bunga Rp2,51 triliun), serta masih diproses mencapai 290.209 kontrak (pokok Rp9,6 triliun, bunga Rp2,25 triliun).
Perlu diingat bahwa perpanjangan restrukturisasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga 2022 bukan semata kewajiban setiap lembaga keuangan.
Hal ini tercantum dalam POJK No 58/POJK.05/2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 14/POJK.05/2020 Tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 bagi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank (LJKNB).
“Dalam hal penerapan kebijakan countercyclical akan menyebabkan kondisi keuangan LJKNB tidak sehat, LJKNB sebaiknya tidak menerapkan kebijakan countercyclical,” tulis beleid yang ditetapkan per Kamis (10/12/2020) ini, oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso.