Marketnews.id Pasar modal Indonesia pada tahap awal diaktifkannya kembali pada 1977 masih terkesan pasar yang ekslusif. Betapa tidak, dari 24 emiten yang tercatat sebagian besar adalah perusahaan Penanaman Modal Asing atau PMA. Emiten ini “terpaksa” mencatatkan sahamnya berkaitan dengan rasionalisasi PMA serta memancing perusahaan lokal nasional untuk menjadi perusahaan publik. Langkah ini baru mendapat respon dunia usaha pada awal tahun 90 an dimana hampir seluruh perusahaan besar atau dikenal konglomerat mencatatkan anak usahanya di lantai Bursa Efek Indonesia (BEI).
Kini, jumlah emiten yang tercatat di BEI sudah 713 emiten, setelah 43 tahun pasar modal Indonesia diaktifkan kembali. Bila selama ini, hanya perusahaan besar saja yang menjadi emiten. Dalam beberapa tahun terakhir ini, BEI sudah memfasilitasi perusahaan menengah dan kecil termasuk didalamnya perusahaan startup untuk jadi perusahaan publik.
Saat ini, BEI terus berupaya untuk mendorong perusahaan-perusahaan di Indonesia memanfaatkan pasar modal sebagai rumah pertumbuhan (house of growth) dalam rangka pengembangan bisnis. Bursa juga mendorong perusahaan start up atau teknologi di Indonesia untuk melantai di bursa.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna mengatakan, dengan beberapa program, kebijakan dan peraturan yang telah BEI miliki seperti Papan Akselerasi dan IDX Incubator, pihaknya optimis terhadap meningkatnya tren IPO startup maupun perusahaan yang bergerak di bidang teknologi di Indonesia tahun depan.
“Hal tersebut juga terbukti dengan banyaknya kesempatan diskusi terkait IPO dengan para founders startup maupun dengan investor startup seperti private equity dan modal ventura,” kata Nyoman dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (29/12).
Menurut Nyoman, saat ini IDX Incubator juga mempunyai program road to IPO untuk perusahaan startup yang ingin mempersiapkan IPO, di mana terdapat 42 perusahaan telah mengikuti program tersebut dan 4 perusahaan di antaranya sedang dalam tahap persiapan IPO.
“Sebagai informasi, terdapat tiga perusahaan startup binaan IDX Incubator yang telah IPO, di mana perusahaan yang terkini telah IPO adalah CASH (2020),” paparnya.
Kemudian, terkait IPO melalui SPAC (Special Purposes Acquisition Company) yang dianalogikan sebagai “blank check company”, Nyoman mengungkapkan, Indonesia belum memiliki skema tersebut. IPO melalui SPAC merupakan pendirian entitas yang tidak memiliki kegiatan operasi komersial yang didirikan secara khusus untuk melakukan merger, akuisisi aset, pembelian saham perusahaan atau aktivitas penggabungan usaha terhadap satu atau lebih perusahaan.
” SPAC didirikan oleh sponsor yang merupakan pihak individu/perusahaan dan telah memiliki pengalaman dan reputasi untuk dapat melakukan identifikasi dan menyelesaikan proses penggabungan usaha dengan perusahaan target untuk menjadikan perusahaan tersebut perusahaan publik.
Pada saat ini di Indonesia belum ada skema investasi melalui pendirian perusahaan serupa Special Purposes Acquisition Company ( SPAC ), sehingga kami belum dapat memberikan informasi mengenai tren IPO perusahaan melalui aksi merger dengan SPAC ,” tutur Nyoman.