Marketnews.id Bila ada yang berpendapat Bursa Efek Indonesia akan mengalami crash, atau kiamat terjadi di pasar modal Indonesia, mungkin pendapat tersebut terlalu berlebihan. Atau yang berpendapat demikian tidak paham betul pasar modal Indonesia saat ini. Atau bisa juga kiamat buat beberapa pihak tertentu.
Semua pihak sudah maklum. Pendemi Covid-19 sudah membuat tatanan hidup berubah total. Ekonomi melambat bahkan mengalami penurunan. Bahkan bila tidak segera ditanggulangi ekonomi nasional akan terpuruk. Keadaan ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Tapi berlaku diseluruh dunia karena terpaparnya pendemi Covid-19.
Pemerintah, sudah dan akan terus mengeluarkan kebijakan yang sifatnya memberi keringanan buat semua pelaku usaha untuk secepatnya bangkit akibat pendemi ini. Pemerintah, telah mengeluarkan beberapa stimulus buat perbankan, lembaga pembiayaan, Korporasi dan UMKM agar mereka cepat pulih di tengah pendemi yang masih terus berlangsung ini.
Di pasar modal Indonesia, hal serupa tapi tidak sama juga dilakukan oleh otoritas pasar modal. Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai penyelenggara perdagangan saham, juga sudah melakukan beberapa terobosan dengan maksud agar pelaku bursa mulai dari Investor, perusahaan sekuritas, manajer investasi, hingga emiten dan lembaga penunjang lainnya mendapat stimulus guna meringankan dampak dari pendemi ini.
Lalu benarkah pasar modal Indonesia akan kiamat. Seperti dilansir di Instagram mantan Direksi Utama Bursa Efek Indonesia.
Bila Kiamat yang dimaksud seperti tertulis dikitab suci Al Qur’an, tampaknya lebay atau berlebihan. Kalau kiamat buat beberapa pihak tertentu, mungkin saja terjadi. Karena memang semua saham turun harganya sejak kasus Jiwasraya. di kuartal kedua, saham yang harganya turun sudah mulai merangkak naik. Buat beberapa pihak yang sahamnya belum naik kembali. Bisa jadi kiamat buat dirinya sendiri. Bukan kiamat buat pasar modal Indonesia.
Lalu, indikator sederhana apakah yang dapat mengukur dan menilai suatu bursa mengalami crash atau terjadi kiamat di pasar modal Indonesia.
Coba perhatikan data transaksi dan volume transaksi harian sepanjang kuartal pertama dan kedua tahun 2020 ini. Kuartal pertama Januari hingga Maret 2020, volume transaksi mencapai 442.484. Lalu, bandingkan dengan yang terjadi di tahun 2018 pada kuartal yang sama. Volume transaksi capai 386.804. jumlahnya masih lebih tinggi di kuartal pertama 2020.
Lalu di kuartal kedua, (April- Juni) volume transaksi meningkat menjadi 591.661. sedangkan yang terjadi di 2018 hanya 468.804. Dari data ini, kinerja 2020 masih jauh lebih baik dibanding tahun 2018. lalu dimana kiamat nya? Kenapa yang terjadi di tahun 2018 tidak disebut kiamat?
Sekarang bandingkan dengan nilai transaksi harian. Kuartal pertama nilainya mencapai Rp 6.944 triliun (2020). Di 2018 nilai nya Rp8.500 triliun. Hanya terjadi selisih Rp1,5 triliun. Lalu, dikuartal kedua, nilai transaksi sudah pencapai Rp8.454 triliun (2020) bandingkan yang terjadi di 2018 jumlahnya mencapai Rp 8.500 triliun. Dari data di atas, jelas kinerja 2020 masih jauh lebih baik dari kinerja kuartal pertama dan kedua 2018. Tapi, tahun 2018 tidak ada kiamat di pasar modal Indonesia.
Dari dua data sederhana di atas, sudah terkesan pendapat atau analisa tidak didasarkan oleh data. Pasar modal Indonesia, sudah diakui memiliki kinerja yang jauh lebih baik dari bursa di Asean. Dan bursa Asean yang kinerjanya tidak sebaik kinerja BEI, tidak pernah mengatakan pasar modalnya akan kiamat.
Bangkit nya pasar modal dikuartal kedua tahun ini disebabkan beberapa hal, ujar Laksono Widodo Direktur Perdagangan dan Pengaturan BEI. Pertama, pelonggaran PSBB membuat pemilik dana mulai masuk ke pasar. Seperti diketahui, selama PSBB, masyarakat tidak membelanjakan dananya untuk kebutuhan lebaran, tidak rekreasi, tidak beli kendaraan baru dan tidak berlaku konsumtif seperti dimasa normal. Dana yang tersimpan oleh masyarakat ini digunakan untuk investasi di pasar modal. Itulah salah satu mengapa pasar modal dikuartal kedua meningkat secara signifikan.
Selain itu, dalam tiga tahun terakhir, pasar modal Indonesia sudah tidak lagi bergantung dari aktifitas Investor asing. Jumlah investor lokal sudah meningkat signifikan. Berdasarkan data terakhir pemegang SID berjumlah 1,19 juta. Sedangkan jumlah total investor saham, Obligasi dan reksadana mencapai 2,8 juta. Jumlah ini meningkat 13 persen sepanjang tahun 2020.
Jadi bila ingin melihat pasar modal akan crash atau kiamat, lihat aja data, ujar Laksono. “Saya tidak ingin berpolemik di media,” ujarnya. Lihat saja data kuartal pertama dan kedua tahun ini dan bandingkan dengan data tahun sebelumnya, tambah Laksono.