Marketnews.id Inovasi diperlukan agar suatu produk atau jasa dapat terus berkembang dan mengikuti kehendak pasar atau tuntutan pasar. Manajemen Bursa Efek Indonesia (BEI) terus berupaya memberikan banyak pilihan buat investor atau pemodal untuk melakukan investasi di pasar modal Indonesia. Salah satu innovasi untuk mengembangkan pasar Exchange Traded Fund (ETF) berupa penyesuaian ketentuan maximum price movement ETF dari 10 kali menjadi tidak terbatas.
BEI menyatakan, pada pekan depan akan menerapkan salah satu inisiatif pengembangan pasar Exchange Traded Fund (ETF). Pengembangan tersebut berupa penyesuaian ketentuan maximum price movement ETF yang sebelumnya 10 tick menjadi tidak terbatas.
Menurut Direktur BEI, Hasan Fawzi, upaya Bursa dalam pengembangan ekosistem ETF akan terus dilakukan dengan pemberian insentif terhadap dealer partisipan maupun produk. Contohnya, pada tahun lalu BEI telah membebaskan biaya transaksi yang dilakukan oleh dealer partisipan.
“Short selling creation akan kami izinkan dan juga akan melakukan penyesuaian maximum price movement, sehingga tidak ada batas plafon,” ujar Hasan dalam acara “Edukasi Wartawan Pasar Modal” di Jakarta, Selasa (3/11).
Lebih jauh Hasan menyebutkan, perkembangan ekosistem ETF terus menunjukkan tren positif, tercermin dari peningkatan jumlah produk per akhir September 2020 menjadi 45 ETF, terdapat tujuh dealer partisipan dan sebanyak 22 Manajer Investasi (MI).
“Kalau tidak ada lagi penurunan indeks (benchmark ETF), tentu AUM ETF tahun ini terus meningkat,” ujar Hasan sembari menyebutkan bahwa per akhir September 2020 total AUM ETF sebesar Rp13,3 triliun atau lebih rendah dibanding posisi per 31 Desember 2019 yang mencapai Rp14 triliun.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Divisi Pengembangan Bisnis BEI, Ignatius Denny W mengatakan bahwa pada konsep perubahan Peraturan II-C akan menetapkan penyesuaian maximum price movement dari 10 tick menjadi tidak terbatas. “Perubahan ini, pada satu atau dua minggu ke depan akan diterapkan,” ucapnya.
Dia mengungkapkan, perubahan tersebut diharapkan bisa membuat investor melakukan kuotasi bid atau ask sesuai dengan keinginan, tanpa harus menunggu ada order lain yang lebih tinggi atau lebih rendah. “Makanya, kami akan menghilangkan maximum price movement,” tegasnya.
Selain itu, lanjut Denny, investor juga tidak perlu lagi memecah transaksi atau membuat “tangga” kuotasi untuk menyesuaikan dengan last done price. Namun demikian, jelas dia, transaksi investor ETF di pasar sekunder akan tetap tunduk pada ketentuan autorejection.
Beberapa kemudahan dalam bertransaksi dan sosialisasi akan terus dilakukan oleh BEI agar pasar modal Indonesia terus berkembang.
Semua ini, ujar Fauzi Hasan, tidak lepas dari masterplan lima tahun pasar modal Indonesia 2021-2025 dimana ada empat pilar. Dimana pasar modal Indonesia akan jadi tempat investasi yang semakin beragam, dan sebagai sumber pendanaan baru buat investor.