MarketNews.id- Bursa Efek Indonesia (BEI), memutuskan menghapus paksa pencatatan atau force delisting saham dua perusahaan terbuka yang telah lebih 24 bulan mengalami penghentian sementara atau suspend.
Alasan lainnya, BEI menilai kedua saham itu mengalami kondisi atau peristiwa yang signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha Perusahaan Tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, dan Perusahaan Tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.
Namun operator bursa itu meminta manajemen kedua perusahaan bernasib naas itu menyampaikan keterbukaan informasi terkait beli kembali atau buy back saham publik paling lambat 18 Januari 2025.
Berdasarkan pengumuman BEI, Jumat 20 Desember 2024, kedua perusahaan itu wajib melakukan buy back sejak 20 Januari-18 Juli 2025. Jika sesuai jadwal itu, maka efektif sejak 21 Juli 2025.
Patut dicatat, kedua perusahaan tadi masih wajib memenuhi ketentuan sebagai perusahaan Tercatat, sampai dilakukannya efektif delisting sebagaimana ditetapkan oleh Bursa.
“Persetujuan penghapusan pencatatan Efek Perseroan ini tidak menghapuskan kewajiban-kewajiban yang belum dipenuhi oleh Perseroan kepada Bursa,” tulis manajemen BEI.
Adapun kedua perusahaan terbuka itu adalah dari Jakarta Kyoei Steel Works (JKSW) dan Panasia Indo Resources (HDXT).
Perlu dicatat HDTX milik Panasia Synthetic dengan porsi kepemilikan 19,3 persen. sedangkan investor publik hanya 0,97 persen dari total jumlah saham.
Dalam laporan keuangan terakhir, HDTX dipimpin oleh Awong Hidjaja selaku Komisaris Utama dan Enrico Haryono sebagai Direktur Utama.
Adapun JKSW dimiliki oleh Devisi Multi Sejahtera setelah menguasai 30,56 persen kepemilikan saham. Matahari Diptanusa juga tercatat sebagai pengendali sekali pemilik 28,67 persen porsi saham.
Perusahaan ini dipimpin oleh Thee Ning Khong selaku Komisaris Utama dan Harry Lasmono Hartawan sebagai direktur utama.
Abdul Segara