MarketNews.id- PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) mengalami defisit atau akumulasi rugi kian dalam 2,5 persen dibanding akhir tahun 2023 menyentuh USD2,39 miliar pada akhir Juni 2024.
Sementara itu, aset lancar hanya USD590,6 juta pada akhir Juni 2024. Pada saat yang sama jumlah kewajiban jangka pendek menembus USD2,076 miliar. Dengan kata lain terdapat selisih USD1,485 miliar.
Perlu menjadi perhatian, arus kas yang digunakan untuk aktivitas operasi senilai USD2,304 juta pada akhir Juni 2024.
Direktur Utama KRAS, Purwono Widodo menilai, kombinasi pos pos negatif tersebut menimbulkan keraguan yang signifikan terhadap kemampuan perseroan untuk mempertahankan kelangsungan usahanya.
“Terdapat ketidakpastian yang material dikarenakan KRAS bergantung pada dukungan dari kreditur dan pemasok yang ada, melalui penundaan pembayaran liabilitas dan kemampuannya untuk memperbaiki kinerja operasional dan kondisi keuangannya,” tulis Purwono dalam laporan keuangan semester I 2024 KRAS yang diunggah pada laman BEI dikutip Sabtu 27 Juli 2024.
Namun untuk menjaga kelangsungan usaha, manajemen berkomitmen untuk tetap memenuhi kewajiban keuangan maupun operasional ke depannya dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut;
KRAS dan 10 Kreditur Restrukturisasi telah menyepakati Perjanjian Kredit Restrukturisasi (“PK Restrukturisasi”) yang ditandatangani pada tanggal 30 September 2019.
Sebenarnya, KRAS Grup telah menjalankan perjanjian itu dengan mampu melakukan pembayaran pokok utang Tranche A sebesar USD38 juta dan utang Tranche B sebesar USD471 juta serta keseluruhan bunganya.
Sayangnya terdapat kendala penyelesaian secara keseluruhan terhadap kewajiban karena ISM-BF tidak berhasil dioperasikan untuk memberikan manfaat sesuai rencana.
Lalu kapasitas produksi Hot Rolled Coil berkurang karena adanya in-kind HSM 2; Korsleting yang mengakibatkan pabrik HSM 1 berhenti beroperasi secara normal;
Alasan berikutnya, divestasi aset tidak produktif terhambat karena adanya perlambatan ekonomi global dan pandemi Covid-19;
Terlebih Right issue untuk DINFRA terhambat karena menurunnya daya tarik Perusahaan akibat hal tersebut diatas.
Melihat Kondisi itu, KRAS kembali mengajukan rencana penyelesaian utang Tranche A akan dipenuhi dengan menjalankan unit bisnis rolling mill HSM 1 dan CRM yang lebih efisien, sehingga diperoleh peningkatan daya saing produk.
KRAS menargetkan fasilitas HSM 1 dan CRM memproduksi dan menjual masing-masing 158 ribu ton HRC perbulan dan 40 ribu ton CRC perbulan.
Dengan target produksi dan penjualan tersebut diatas, KRAS akan mampu membayar bunga utang restrukturisasi Tranche A, Tranche B, Tranche C serta pokok Tranche A;
Rencana lainnya, Krakatau Posco berencana melakukan peningkatan kapasitas produksi dari 3 juta ton per tahun menjadi 6 juta ton per tahun dengan estimasi nilai investasi sebesar USD4.1 miliar.
Rencana investasi ini akan berdampak pada valuasi Krakatau Posco ke depan yang dapat dimanfaatkan oleh Perusahaan sebagai sumber dana untuk pelunasan utang Tranche C.
Adapun sumber dananya akan dipenuhi dari ekuitas dan pinjaman dengan porsi 50:50 persen. Dari ekuitas, KRAS perlu dukungan dari Pemerintah berupa tambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar USD1,4 miliar dan sisa POSCO.
“Manajemen berkeyakinan bahwa rencana-rencana tersebut dapat dilaksanakan mulai tahun 2024 sehingga dapat memenuhi kewajiban jangka pendek dan kebutuhan operasional. Dengan demikian akan tetap dapat melangsungkan kegiatan usahanya,” tegas Purwono.
Abdul Segara