Home / Otoritas / Bank Indonesia / Bank Dunia Puji RI Kurangi Kemiskinan Ekstrem Jadi 1,5 Persen. Sarankan Ubah Paritas Daya Beli Jadi USD3,2

Bank Dunia Puji RI Kurangi Kemiskinan Ekstrem Jadi 1,5 Persen. Sarankan Ubah Paritas Daya Beli Jadi USD3,2

MarketNews.id Keberhasilan Indonesia dalam mengurangi jumlah masyarakat miskin ekstrem dapat pujian dari Bank Dunia. Per 2022 lalu, jumlah masyarakat miskin ekstrem tersisa tinggal 1,5 persen dan diharapkan nol persen pada 2024 mendatang.

Pujian dari Bank Dunia ini tentunya membuat pejabat RI dapat berbangga mampu terus mengurangi jumlah masyarakat miskin ekstrem hingga nol persen tahun depan. Tapi kebanggaan itu sedikit terganggu, dimana pihak Bank Dunia berharap, menggantikan ukuran garis kemiskinan dengan ukuran paritas daya beli penghasilan kurang dari USD1, 90 per hari jadi USD3, 2 per hari.

Bank Dunia merekomendasikan kepada pemerintah Indonesia supaya mengubah acuan tingkat garis kemiskinan yang diukur melalui paritas daya beli atau purchasing power parity.

Menurut Bank Dunia, seharusnya garis kemiskinan di Indonesia diukur dengan paritas daya beli melalui besaran pendapatan sebesar USD 3,20 per hari, bukan dengan ukuran yang pemerintah gunakan sejak 2011 sebesar USD 1,9 per hari.

Merespons usulan di atas, Sri Mulyani mengatakan, ukuran garis kemiskinan yang disarankan Bank Dunia itu belum bisa menggambarkan kondisi perekonomian masyarakat Indonesia. Selain itu, jika ukuran garis kemiskinannya di naikkan malah menyebabkan 40 persen masyarakat malah tergolong orang miskin.

“Ibu Satu Kahkonen (Country Director World Bank Indonesia) katakan di speechnya, ketika anda dapat menurunkan kemiskinan ekstrem menjadi nol tapi garis kemiskinan anda adalah USD 1,9, anda harus gunakan US$ 3. Seketika 40 persen kita semua menjadi miskin,” kata Sri Mulyani dalam acara World Bank’s Indonesia Poverty Assessment di The Energy Building, SCBD, Jakarta, Selasa 9 Mei 2023.

Sri Mulyani menganggap, ukuran itu tidak bisa seketika digunakan di tanah air karena, salah satunya masing-masing wilayah di Indonesia memiliki struktur harga yang berbeda satu sama lain. Sehingga, pengeluaran masyarakat untuk hidup berbeda satu dengan yang lain.

“Karena bahkan saat anda berpergian saat Ramadhan, mudik Lebaran, seperti saya ke Semarang dan berkeliling menikmati restoran lokal, harganya sangat murah, ini di Semarang salah satu kota besar. jika ke tempat yang lebih rendah akan lebih murah,” tuturnya.

Oleh sebab itu, ia menganggap, ukuran yang dijadikan acuan Bank Dunia itu harus ditelaah lebih lanjut untuk menyesuaikan dengan kondisi perekonomian domestik. Lagipula, ukuran yang ditetapkan Bank Dunia itu kata dia pemberlakuannya secara global.

Menurut Elan Satriawan, Chief Policy Working Group Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan atau TNP2K, sebetulnya tak masalah jika indikator garis kemiskinan Bank Dunia itu digunakan, apalagi juga sudah digunakan untuk negara-negara berpendapatan menengah. Tapi ia mengingatkan Indonesia juga memerlukan garis kemiskinan sendiri yang bisa mengidentifikasi profil masyarakatnya.

“Indonesia perlu punya national proverty line yang bisa diidentifkasi, mengukur kemiskinan yang lebih baik, konsisten, across region, provinsi maupun kabupaten kota,” tuturnya.

Yang jelas, pemerintah kini juga tengah memperbaiki angka garis kemiskinan yang sudah lama digunakan pemerintah itu. Diantaranya melalui pendataan Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) oleh BPS.

Check Also

INPP Jual 36,7 Persen Saham Kepada Hankyu Hanshin Properti Senilai Rp652, 65 Miliar

MarketNews.id- Indonesian Paradise Property(INPP) telah menjual 149.019.892 lembar atau   36,7 persen porsi kepemilikan saham pada …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *