MarketNews.id Kebijakan Bank Indonesia yang mempertahankan tingkat bunga acuan sebesar 3,5 persen dalam beberapa tahun terakhir, diharapkan kembali diterapkan. Kekhawatiran BI kembali akan menaikan tingkat bunga acuan yang saat ini sudah 3,75 persen jadi perhatian Menteri Keuangan Sri Mulyani, agar BI tidak melakukan pengetatan moneter yang berlebihan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan Bank Indonesia agar tak melakukan pengetatan kebijakan moneter yang berlebihan yang dapat menggagalkan pemulihan ekonomi, karena pemerintah juga melakukan bagiannya untuk meredakan gangguan pasokan dan mendinginkan inflasi.
Peringatan itu disampaikan Menkeu saat berbicara dalam forum Bloomberg Live di Singapura, Senin 12 September 2022. Dia mencontohkan, salah satu upaya pemerintah dilakukan Presiden Joko Widodo yang berkoordinasi dengan para kepala daerah dan pembuat kebijakan untuk mengidentifikasi sumber tekanan harga dalam pasokan pangan atau biaya energi.
“Itu benar-benar terserah bank sentral (BI). Itu sebabnya mereka akan memutuskan apakah inflasi saat ini akan mempengaruhi ekspektasi inflasi secara lebih permanen, maka sudah waktunya bagi bank sentral untuk bertindak,” kata Sri Mulyani dengan hati-hati tentang kenaikan suku bunga, masalahnya dia tak berhak mencampuri kebijakan moneter Bank Indonesia.
Namun, katanya, penggunaan instrumen yang berlebihan seperti suku bunga acuan “dapat membunuh seluruh pemulihan ekonomi” dan yang terbaik adalah menggunakannya “tanpa berlebihan atau menciptakan konsekuensi yang tidak diinginkan”.
Bank sentral memiliki alat lain termasuk rasio cadangan bank dan langkah-langkah makroprudensial untuk menstabilkan harga, katanya.
Pertemuan BI untuk membahas antara lain tingkat suku bunga dijadwalkan pada 22 September, dengan analis memperkirakan setidaknya kenaikan 25 basis poin lagi setelah kenaikan suku bunga kenaikan suku bunga mengejutkan bulan lalu.
Pemerintah telah memperkirakan bahwa inflasi yang mendekati level tertinggi dalam 7 tahun dapat meningkat lebih lanjut menjadi 6,8 persen tahun ini setelah harga bahan bakar subsidi dinaikkan 30 persen bulan ini.
Kenaikan harga sejauh ini seharusnya “memadai” untuk menstabilkan anggaran negara, dengan harga minyak mentah internasional turun menjadi sekitar US$90 per barel hari ini dari rata-rata di atas US$100 dari Januari hingga Agustus, kata Sri Mulyani.
Pemerintah juga harus menjaga kesenjangan anggaran pada 2,85 persen dari produk domestik bruto tahun depan, seperti perkiraan sebelumnya, kata dia. Indonesia berada di jalur untuk mengembalikan pagu defisit fiskal sebesar 3 persen dari PDB pada tahun 2023, membuat “konsolidasi anggaran yang cepat dan sangat kredibel hanya dalam 3 tahun” sejak pandemi, kata Sri Mulyani. (Bloomberg)