Home / Otoritas / Bursa Efek Indonesia / Ashmore Asset Management Indonesia : Saatnya Rebalancing

Ashmore Asset Management Indonesia : Saatnya Rebalancing

Marketnews.id PT Ashmore Asset Management Indonesia mencatat beberapa poin penting yang mempengaruhi pergerakan dana di pasar modal dalam dan luar negeri antara lain;


Update Covid; pemberian vaksinasi Covid hingga akhir pekan mencapai sekitar 10,9 miliar dosis yang mewakili 4,45 miliar populasi dengan vaksinasi penuh, atau 56,5% dari jumlah penduduk global. Indonesia telah memberikan 356 juta dosis untuk 149 juta vaksinasi lengkap, atau 53,9% dari total populasi.


Tingkat inflasi tahunan di AS meningkat menjadi 7,9% pada Februari 2022, tertinggi sejak Januari 1982, sesuai ekspektasi pasar.


Surplus perdagangan China Januari-Februari melebar menjadi USD 115,95 miliar, dari USD 97,05 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya, mengalahkan perkiraan pasar sebesar USD 99,5 miliar.


Indeks kepercayaan bisnis NAB Australia melonjak menjadi 13 pada Februari 2022 dari revisi naik di posisi 4 pada bulan sebelumnya. Ini adalah pembacaan tertinggi dalam empat bulan, yang jauh di atas rata-rata jangka panjang sebesar 6, di tengah penurunan kasus varian Omicron dan kembalinya momentum pada akhir 2021.


Cadangan devisa Indonesia pada Februari 2022 sebesar USD 141,4 miliar, hampir tidak berubah dari level terendah enam bulan pada Januari lalu sebesar USD 141,3 miliar, meski didukung dengan penarikan pinjaman luar negeri pemerintah serta penerimaan pajak dan jasa.


Dengan mencermati perkembangan selama sepekan terakhir, berikut pendapat Ashmore dalam  Weekly Commentary , Jumat, 11 Maret 2022.


Meski tidak terdampak langsung oleh berlanjutnya ketegangan geopolitik di Eropa dan banyak negara maju (DM), Ashmore meyakini bahwa saat ini adalah waktu yang lebih baik bagi investor untuk menyeimbangkan kembali portofolio untuk lebih condong ke  emerging market  (EM).

“Meskipun ini bersifat jangka panjang, kami melihat bahwa kondisi saat ini akan mengarah pada beberapa hasil ekonomi makro untuk DM yang mungkin tidak menarik untuk investasi dibandingkan dengan EM, ” tulis Ashmore.


Ashmore menyebutkan, menyusul krisis energi yang mendorong banyak negara untuk melakukan diversifikasi dari inisiatif energi hijau, perang Rusia-Ukraina memperburuk kondisi dan mendorong lebih tinggi harga energi, terutama minyak.


“Kombinasi potensi inflasi yang tinggi dan peningkatan risiko defisit perdagangan negara-negara DM (karena statusnya sebagai importir energi), dapat menyebabkan kenaikan suku bunga acuan lebih cepat dan menimbulkan risiko stagflasi,”


Ashmore mengakui,  emerging market  jelas tidak sepenuhnya terlindung dari ketegangan, terutama di pasar obligasinya yang telah melihat arus keluar besar-besaran dana investor asing karena banyak yang beralih kembali ke aset  safe haven  seperti US Treasury.

“Namun ada sedikit harapan bagi negara-negara EM yang sumber energinya lebih mandiri dan relatif lebih didorong oleh komoditas,”ungkap Ashmore.


Indonesia terakhir mengalami siklus super komoditas selama pertumbuhan ekonomi yang kuat pada tahun 2010-13. Saat ini banyak harga komoditas telah melampaui level tersebut. Tak hanya itu, dibandingkan beberapa tahun lalu, Indonesia sudah mulai memiliki rantai pasok terintegrasi yang meningkatkan kualitas ekspornya.


Berangkat dari kenaikan harga komoditas saat ini, ekonom mulai memperkirakan surplus transaksi berjalan pada 2022 dan juga surplus fiskal di Indonesia. “Dengan memperhatikan skenario itu, kita dapat mengharapkan stabilitas mata uang (terbukti sejauh ini selama masa bergejolak) dan kemampuan bank sentral untuk mempertahankan suku bunga acuannya pada level ini,” papar Ashmore.

Meskipun pasar obligasi Indonesia sekarang ini menawarkan tingkat valuasi yang menarik, Ashmore berpendapat, selama siklus super komoditas yang lalu, pasar ekuitas Indonesia mampu menawarkan  return  lebih dari 20% pada tahun tersebut. Selain inflasi yang lebih tinggi, fluktuasi mata uang yang rendah membuat imbal hasil yang disesuaikan tetap menarik dari sudut pandang investor asing.

Check Also

Sinar Mas Multiartha (SMMA), Beri Pinjaman Anak Usaha Rp400 Miliar Tanpa Bunga

MarketNews.id- Sinar Mas Multiartha (SMMA) memberi pinjaman modal kerja senilai Rp400 miliar kepada anak usahanya, Sinar …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *