Marketnews. Setelah sekitar 20 tahun Bursa Efek Indonesia (BEI ) mengimplementasikan Transaksi Bursa menggunakan Mekanisme Remote Trading, yang menggantikan Transaksi melalui Floor. Kini sudah waktunya BEI melakukan pembaharuan terhadap sistem remote trading nya agar lebih adaptif terhadap perkembangan digitalisasi kekinian yang berbasis realtime transaction, internet dan ekosistem digital”, seperti dijelaskan oleh Direktur Teknologi Informasi dan Manajemen Risiko BEI – Fithri hadi beberapa waktu lalu.
API Protokol FIX 4.2 dalam realtime transaction yang digunakan BEI dan Anggota Bursa dianggap sudah tua, dan BEI saat ini sudah mendorong para perusahaan sekuritas Anggota Bursa untuk melakukan penyesuaian platform perdagangan nya menggunakan Protokol FIX 5.0 dimana diharapkan dapat memperkecil latensi atau waktu tempuh order dari Sekuritas / Anggota Bursa sampai ke BEI dalam hitungan milisecond.
Selain Protokol FIX 5.0, BEI juga membuka kesempatan Anggota Bursa untuk menggunakan Protokol Native dari Nasdaq yaitu OUCH yang cocok digunakan untuk High Frequency Trading.
Protokol OUCH ini lebih rumit daripada Protokol FIX 5.0 dimana Protokol OUCH didesain lebih untuk mengutamakan kecepatan order dan transaksi dibandingkan FIX 5.0, padahal Protokol FIX 5.0 sendiri memberikan peningkatan kecepatan order dan transaksi dibandingkan Protokol FIX 4.2 yang dikatakan sudah ketinggalan jaman.
Selanjutnya, BEI juga sedang mendorong Anggota Bursa untuk memperbaharui sistem penerima datafeed ( data order dan transaksi ) dari BEI menggantikan Protokol Datafeed yang lama dengan Protokol ITCH, dimana Protokol ITCH memberikan kecepatan penerimaan oleh Anggota Bursa lebih cepat dibandingkan Protokol Datafeed BEI yang lama dan membuka API untuk para pihak yang ingin mendapatkan data perdagangan.
Dengan implementasi 2 atau 3 protokol di atas, BEI mendorong Anggota Bursa memperbaiki Platform mereka menjadi semakin adaptif di era digitalisasi saat ini.
Selain hal diatas, dalam tiga tahun terakhir ini BEI sebagai penyelenggara transaksi efek di Pasar Modal Indonesia, telah terbukti berhasil mencapai zero downtime. Artinya dapat dikatakan Mesin Transaksi Bursa yang dikenal dengan nama JATS-Next G selalu bertransaksi menggunakan mesin utamanya dan tidak pernah menggunakan mesin backup ( cadangan ), bahkan tidak pernah menggunakan DRC site sama sekali.
Dengan dorongan BEI kepada Anggota Bursa dan penyedia ekosistem digital untuk melakukan implementasi Simplifikasi Pembukaaan Rekening Efek serta Pembukaan Rekening Efek secara Online. Dampaknya, pembukaan rekening efek perseorangan menjadi lebih cepat bahkan cukup dua jam pembukaan rekening efek bisa terselesaikan.
Dampak dari kebijakan di atas, hasilnya jutaan rekening baru dari investor ritel milenial dan digital savvy investor masuk di pasar modal Indonesia. Situasi ini juga didorong oleh makin kondusifnya ekonomi nasional untuk berinvestasi di pasar modal.
Selama pandemi Covid-19 ini sub rekening efek terdaftar di KSEI meningkat sangat tajam sejak 2019 ke akhir 2021 ini, yang semula sekitar 2 juta rekening efek namun pada akhir 2021 sudah melebihi angka 7 juta rekening efek. Hal ini karena mudahnya pembukaan rekening secara online dan sigapnya anggota bursa melayani investor milineal di tengah pendemi yang membatasi pergerakan masyarakat.
Hal-hal positif di atas merupakan prestasi yang sangat baik oleh BEI dan di akui oleh Pemerintah. Jadi tidak heran bila Presiden Joko Widodo ikut memberikan support atas prestasi pasar modal Indonesia dengan membuka perdagangan awal tahun 2022.
Harapannya, agar pasar modal Indonesia dapat lebih maju lagi dan jadi tempat investasi yang transparan, fair, menguntungkan sekaligus jadi tempat mencari pendanaan buat pengembangan dunia usaha.