Marketnews.id Masih menariknya pasar modal sebagai tempat mencari dana dan menginvestasikan dana semakin terbukti dengan semakin panjangnya antrian perusahaan untuk mencatatkan sahamnya di bursa. Belum lagi buat perusahaan yang telah tercatat, mereka masih dapat meraih dana tambahan melalui penerbitan saham baru atau menjual obligasi. Hingga pekan ketiga bulan ini, setidaknya tercatat 67 emiten baru yang siap mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Hingga 23 Februari 2021 terdapat 67 emiten di pipeline penawaran umum, dengan nilai emisi mencapai Rp22,55 triliun. Pada tahun ini sudah ada 16 emiten yang melakukan penawaran umum dengan total penghimpunan dana Rp11,01 triliun.
Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso usai melaksanakan Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK di Jakarta, Kamis (25/2). Dia menyebutkan, dari 16 emiten yang melakukan penawaran umum per 23 Februari tersebut, sebanyak empat perusahaan merupakan emiten baru.
Menurut Wimboh, hingga 19 Februari 2020 laju Indeks Harga Saham Gabungan ( IHSG ) tercatat menguat 6,3 persen ( month-to-date ). Namun, aksi risk on investor menyebabkan pasar Surat Berharga Negara (SBN) mengalami tekanan, dengan rata-rata yield SBN meningkat sebesar 9,4 basis poin (m-t-d).
Sementara itu, investor nonresiden mencatatkan net buy di pasar saham sebesar Rp2,49 triliun dan di pasar SBN sebesar Rp6,5 triliun(m-t-d). Secara year-to-date, pasar saham mengalami nett buy Rp13,43 triliun dan pasar SBN mencatatkan net buyRp19,9 triliun.
Wimboh mengungkapkan, hasil RDK-OJK menyimpulkan bahwa per Januari 2021, stabilitas sistem keuangan masih dalam kondisi terjaga di tengah upaya pemulihan perekonomian nasional dari dampak pandemi Covid-19.
Hingga 8 Februari 2021 nilai restrukturisasi kredit perbankan mencapai Rp987,48 triliun dari 7,94 juta debitur. Restrukturisasi sektor UMKM mencapai 6,15 juta debitur dengan nilai Rp388,33 triliun, sedangkan, non- UMKM mencapai 1,79 juta debitur dengan nilai Rp599,15 triliun. Adapun restrukturisasi perusahaan pembiayaan hingga 8 Februari mencapai Rp193,5 triliun untuk 5,04 juta kontrak.
Wimboh juga menyebutkan, sejauh ini OJK berhasil mendorong perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit produktif yang sudah terus turun sejak tahun 2016 menjadi di bawah 10 persen. Suku bunga kredit modal kerja menurun mulai Mei 2016 dari 11,74 persen menjadi 9,27 persen di Januari 2021.
Suku bunga kredit investasi posisi Mei 2016 sebesar 11,42 persen dan menurun menjadi 8,83 persen pada Januari 2021. Sementara itu, suku bunga kredit konsumsi menurun sejak Mei 2016 di posisi 13,74 persen menjadi 10,95 persen pada Januari 2021.
Sedangkan dana pihak ketiga (DPK) perbankan pada Januari 2021 bertumbuh 10,57 persen ( year-on-year ), dan kredit perbankan terkontraksi 1,92 persen (y-o-y). Namun, tren pertumbuhannya mengindikasikan perbaikan dari bulan sebelumnya, terutama didorong oleh bank BUMN dan BPD yang bertumbuh masing-masing 1,45 persen dan 5,68 persen.
Pada industri keuangan non-bank ( IKNB ), piutang perusahaan pembiayaan terkontraksi 18,6 persen (y-o-y). Premi asuransi yang dihimpun industri asuransi tercatat meningkat sebesar Rp30,4 triliun (Asuransi Jiwa senilai Rp19,1 triliun, sedangkan Asuransi Umum dan Reasuransi senilai Rp11,3 triliun). Fintech P2P Lending per November 2020 mencatatkan outstanding pembiayaan Rp15,34 triliun atau bertumbuh 13,5 persen (y-o-y).
OJK mengumumkan, per Januari 2021 rasio kredit bermasalah perbankan (NPL) gross sebesar 3,17 persen (NPL net sebesar 1,03 persen) dan rasio NPF perusahaan pembiayaan sebesar 3,9 persen. Risiko nilai tukar perbankan berada pada level yang rendah, tercermin dari rasio Posisi Devisa Neto (PDN) Januari 2021 sebesar 1,73 persen.
Rasio alat likuid/ non-core deposit dan alat likuid/DPK per 17 Februari 2021 terpantau pada level 157,14 persen dan 33,85 persen. Rasio kecukupan modal (CAR) perbankan sebesar 24,5 persen dan Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 535 persen dan 329 persen. Sedangkan, gearing ratio perusahaan pembiayaan sebesar 2,11 persen.
Mencermati data di atas, mestinya harapan Pemerintah akan mulai terjadi pertumbuhan di kuartal pertama tahun mestinya dapat tercapai. Apalagi, perbankan sebagai salah satu lokomotif pertumbuhan diharapkan sudah dapat menyalurkan kredit nya kepada dunia usaha.