Marketnews.id Inilah dilema yang dihadapi oleh Pemerintah dalam menghadapi pendemi Covid-19 sejak awal tahun lalu. Pada tahap awal pendemi, Pemerintah lebih fokus pada sektor kesehatan dengan tetap memberikan stimulus buat dunia usaha. Kini di awal tahun, pemerintah kembali memberlakukan pembatasan yang lebih ketat untuk wilayah Jawa dan Bali. Tujuannya tidak lain guna menekan laju korban yang terus meningkat jumlahnya.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), menilai kebijakan pemerintah terkait dengan pembatasan sosial berskala besar ( PSBB ) di Bali – Jawa berpotensi membuat dunia usaha semakin kelimpungan, khususnya terkait dengan usaha hotel, restoran dan kafe. Padahal saat ini dunia usaha baru memulai untuk bangkit.
Ketua Umum Apindo, Hariyadi B Sukamdani berpendapat bahwa kebijakan PSBB di 24 kabupaten kota di Jawa-Bali ini membuat pelaku usaha semakin kebingungan terkait dengan masa depan usahanya. Di sisi lain mereka ingin segera bangkit namun selalu terkendala dengan kebijakan pemerintah. Dia meyakini bahwa kebijakan itu bakal mengganggu jalannya bisnis pengusaha. Disisi lain, Haryadi menilai klaster covid-19 terbesar bukan berasal dari tempat usaha.
“Jadi kami kalau melihat begini kita juga bingung, ini sebenarnya mau bagaimana, karena kalau kami misalnya di manufaktur, memang betul ada yang cukup besar (kasusnya), tapi begitu kami tracing itu dapetnya ya dari lingkungannya, bukan karena lingkungan kerjanya, tapi dari lingkungan rumahnya,” jelas Haryadi dalam keterangannya, Sabtu (9/1).
Baginya, kebijakan PSBB lanjutan ini akan berpengaruh terhadap bisnis offline para pengusaha. Tak dipungkiri bahwa peralihan bisnis ke online masih terus berjalan namun bila dihitung, menurutnya pendapatan offline masih jauh lebih tinggi ketimbang online.
“Saya juga melihat di sektor makanan minuman ya makanan minuman itu ternyata kontribusi yang offline itu jauh lebih besar loh ketimbang yang online. Nah selama pandemi ini semua harus mengikuti dari regulasi,” tegas Haryadi.