Marketnews.id Bisnis batu bara, salah satu sektor usaha yang cukup terpapar akibat pendemi Covid-19. Betapa tidak, selain permintaan akan batu bara menurun akibat lockdown, harga batu bara pun juga ikut terjungkal akibat oversupply dipasar. Kondisi ini membuat perusahaan harus berinovasi agar tetap bisa bertumbuh. PT Bukit Asam Tbk, salah satu emiten batu bara yang tetap mampu menghasilkan laba bersih meskipun harus mengalami penurunan.
PT Bukit Asam Tbk (PTBA), masih mampu meraih laba bersih meski turun menjadi Rp1,7 triliun hingga 30 September 2020, turun 45,10% secara year on year dibanding kuartal III 2019 yang mencapai Rp3,1 triliun.
“Ini capaian yang patut kita syukuri di tengah pandemi Covid-19, kita masih mampu meraih laba bersih. Tidak banyak BUMN maupun non BUMN yang bisa melakukan itu. Begitu juga perusahaan publik maupun perusahaan non publik,” kata Direktur Utama PTBA, Arviyan Arifin dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Jumat (6/11).
Dari sisi pendapatan, PTBA membukukan sebesar Rp12,8 triliun. Aset perusahaan per September 2020 tercatat masih kuat berada di angka Rp24,5 triliun, dengan komposisi kas dan setara kas termasuk deposito berjangka (lebih dari 3 bulan) sebesar Rp6,1 triliun atau 25% dari total aset.
“Kinerja PTBA hingga kuartal III- 2020 masih terdampak oleh pandemi Covid-19 yang menyebabkan penurunan konsumsi energi akibat diberlakukannya lockdown di beberapa negara tujuan ekspor seperti China dan India,” jelas Arviyan.
Begitu juga dengan kondisi di dalam negeri yang menjadi pasar mayoritas PTBA. Turunnya konsumsi listrik di wilayah besar Indonesia seperti DKI Jakarta, Banten, Jawa dan Bali juga berdampak turunnya penyerapan batu bara domestik.
Harga batu bara yang terus merosot selama tiga triwulan ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi perseroan. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ( ESDM ), harga batu bara acuan (HBA) ini merosot sekitar 24% dari USD65,93 per ton pada bulan Januari 2020 menjadi USD49,92 per ton pada bulan September 2020.
Menurut Arviyan, dalam kondisi bisnis batubara tertekan akibat pandemi Covid-19, efisiensi merupakan salah satu strategi PTBA untuk menjaga dan mencatatkan kinerja positif di tengah volatilitas harga dan berkurangnya permintaan pasokan batu bara.
Beberapa strategi efisiensi yang telah dilakukan PTBA adalah dengan terus melakukan upaya penurunan biaya usaha dan biaya pokok produksi melalui penerapan optimalisasi design tambang.
Dari sisi produksi, PTBA mampu memproduksi 19,4 juta ton batu bara hingga September 2020 atau 77% dari target tahun ini yang telah disesuaikan menjadi 25,1 juta ton. Kinerja angkutan batu bara juga menunjukkan performa yang terjaga dengan kapasitas angkutan batu bara tercatat mencapai 17,7 juta ton.
“Masih terjaganya kinerja operasional perusahaan hingga kuartal III 2020 tak lain merupakan hasil dari penerapan operational excellence yang berkelanjutan dan perluasan pasar yang menjadi strategi perusahaan dalam menjalankan bisnis di tahun ini,” tutup Arviyan.