Marketnews.id Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia. Potensi yang dimiliki ini sayangnya belum dapat dioptimalkan oleh bangsa ini. Sebagai gambaran, Pemerintah pada 2024 mendatang hanya menargetkan produksi udang hanya mencapai 1,2 juta ton dengan nilai sekitar Rp 30 triliun.
Berdasarkan data, produksi udang nasional tahun 2019 lalu baru mencapai 1,05 juta ton per tahun. Melihat kemampuan memproduksi udang dengan potensi yang dimilki bangsa ini memang sangat miris. Pemerintah dan dunia usaha harus bersatu meningkatkan produksi udang sebagai salah satu primadona ekspor ini.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto mengatakan pemerintah mendorong pembangunan sektor perikanan budidaya, dengan mandat ataupun tugas meningkatkan nilai ekspor udang sebesar 250% pada 2024.
“Tentu saja kami di KKP khususnya di Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya mohon masukan-masukan dan saran-saran dari semua pihak untuk bersama-sama membangun sektor ini,” katanya seperti dikutip dalam keterangan pers, Sabtu (14/11/2020).
Untuk itu, pihaknya telah menggelar Konsultasi Publik bertema Revitalisasi Tambak Udang untuk Mencapai Target Peningkatan Produksi Udang Nasional, Kamis (12/11/2020) guna memastikan semua stakeholder terlibat dalam peningkatan nilai ekspor udang 250% pada 2024.
Menurut Slamet, KKP tidak bisa berjalan sendiri sehingga membutuhkan dukungan jajaran pemerintah pusat dan pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten, serta stakeholder lainnya seperti kalangan asosiasi, para akademisi, praktisi dan lainnya.
“Semuanya harus bersatu untuk bersama-sama bersinergi dalam peningkatan produksi udang ataupun pembangunan perudangan nasional ke depan,” tambahnya.
Dia mengatakan, pencapaian target ekspor udang tersebut akan diwujudkan dengan pembangunan kawasan tambak melalui model klaster. Prinsip klaster adalah pengelolaan usaha budidaya udang dalam satu kawasan dengan manajemen teknis dan usaha yang dikelola secara bersama dengan tujuan meminimalkan kegagalan dan meningkatkan produktivitas, namun tetap ramah terhadap lingkungan.
“Kenapa kita harus membuat klaster ataupun kawasan tambak udang ini, karena dengan satu kawasan tambak udang akan mempermudah manajemen kawasan berbasis kepada lingkungan. Di samping itu juga mempermudah dalam pembinaan, termasuk juga penguatan permodalan dan lainnya,” jelas Slamet.
Slamet juga menekankan bahwa ke depannya kawasan tambak udang ini dapat diintegrasikan dengan konsep silvofishery. “Dengan silvofishery kita bisa mengembangkan budidaya dengan cara polikultur secara tradisional yang terkendali yaitu polikultur dengan kakap putih, bisa kita tebarkan nila salin, rumput laut dan lainnya. Kita pastikan keberadaan mangrove sebagai barrier yang mempertahankan lingkungan agar bisa berkelanjutan.”
Wakil Ketua Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik Kelautan dan Perikanan (KP2KP) Bidang Sinergi Dunia Usaha, Agnes Marcellina menyampaikan revitalisasi tambak udang termasuk di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2020 – 2024 sesuai dengan arahan dari presiden kepada Menteri Kelautan dan Perikanan untuk mengoptimalkan perikanan budidaya.
“Target dari pertumbuhan tambak udang yang tadi disebutkan Dirjen Perikanan Budidaya yaitu 2,5 kali lipat setiap tahunnya, sehingga pada tahun 2024 nanti produksi udang kita bisa mencapai 1,2 juta ton, dengan nilai produksi dari 30 triliun rupiah menjadi sekitar 90 triliun rupiah,” sebut Agnes.
“Kita boleh berbesar hati bahwa nilai ekspor udang Indonesia saat ini adalah peringkat ke 4 setelah India, Ekuador dan Vietnam,” papar Agnes.
Agnes juga menekankan dengan pembukaan kawasan tambak baru akan meningkatkan permintaan benih dan pakan. “Maka kita juga harus memikirkan ketersediaan pakan dan benih yang selama ini masih berfokus di Pulau Jawa. Dengan adanya pengembangan kawasan baru di provinsi lain, misalnya kawasan timur ada di Sulawesi Utara, Maluku atau Papua, perlu kita pikirkan juga,”tuturnya.
“Saya berharap semoga konsultasi publik ini ada komunikasi dua arah antara stakeholder, pembuat kebijakan, kemudian para pelaku usaha sehingga pada akhirnya kita bisa mendapatkan blue print atau roadmap untuk kepentingan kita bersama dan yang akan menjadi goal kita bersama,” tandas Agnes.