Bank Dunia menilai, Indonesia dan Filipina menghadapi prospek yang tidak pasti terkait penanganan Covid-19 di dua negara terpadat di kawasan Asia Tenggara itu.
Dalam Laporan Perkembangan Ekonomi Asia Timur dan Pasifik, Oktober 2020, Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik, Aaditya Mattoo melihat Indonesia belum memberlakukan lockdown yang ketat dan tampaknya mengandalkan tindakan yang lebih lunak.
“Sementara Filipina telah berulang kali melakukan lockdown yang ketat dan pembukaan kembali,” kata Aaditya dalam laporan yang dipublikasikan pada Selasa (29/8).
Kedua negara memiliki keunggulan populasi penduduk muda, tetapi memiliki kelemahan berupa ketergantungan yang begitu besar pada sektor informal yang besar. Kondisi ini memunculkan kualitas kehidupan yang buruk untuk sebagian besar populasi mereka.
Indonesia jauh lebih sedikit terpapar dibandingkan Filipina ke seluruh dunia melalui perdagangan, pariwisata, dan pengiriman tenaga kerja migran. Oleh karena itu, output Indonesia diproyeksikan tidak terlalu terpengaruh dibandingkan Filipina, tetapi prospeknya sama tidak pasti.
“Indonesia, karena kondisi domestik, dan Filipina, baik karena kondisi domestik maupun eksternal, menghadapi prospek pemulihan ekonomi yang tidak merata dan tidak stabil,” ujar Aaditya.
Banyak negara di Asia Timur dan Pasifik relatif berhasil dalam menahan penyebaran virus corona. Namun jumlah penambahan kasus baru virus corona masih tinggi di Indonesia dan Filipina, dan mulai meningkat di Myanmar dan negara lain di kawasan ini juga mengalami lonjakan sporadis dalam jumlah kasus baru di lokasi tertentu.
Dukungan kebijakan pemerintah juga belum banyak menjangkau kalangan perusahaan. Data Business Pulse Survey menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil perusahaan yang menerima dukungan langsung dari pemerintah. Porsi tersebut sangat bervariasi menurut negara, Indonesia sendiri masih kurang dari 10%, sementara di Filipina dan Vietnam mencapai 20%. Secara khusus, lembaga keuangan formal mungkin tidak menjangkau banyak usaha kecil dan menengah (UKM), dan sebagian besar perusahaan informal dan mikro, karena mereka bukan bagian dari sistem pajak atau keuangan.
“Kurangnya kesadaran juga merupakan penghalang utama bagi perusahaan untuk menerima dukungan pemerintah dalam menanggulangi Covid-19. Di Indonesia, sebagian besar perusahaan tidak mengetahui adanya dukungan kebijakan publik dari pemerintah.
Di negara Asia Timur dan Pasifik lainnya, bank sentral telah membuat kebijakan memangkas suku bunga acuan dan menurunkan persyaratan cadangan. Beberapa bank sentral, seperti Bank Indonesia, telah langsung membeli obligasi pemerintah. Langkah ini meningkatkan kekhawatiran pasar akan tergerusnya kemandirian bank sentral yang telah dibangun dengan susah payah.