Home / Otoritas / Bank Indonesia / OJK : Stabilitas Sektor Keuangan Tetap Terjaga Di Saat Pendemi

OJK : Stabilitas Sektor Keuangan Tetap Terjaga Di Saat Pendemi

Marketnews.id Sudah dapat dipastikan kuartal ketiga tahun ini Indonesia memasuki masa resesi. Resesi kali ini berbeda dengan resesi yang terjadi sebelum nya di tahun 1998 dan 2008.

Dari sisi Pemerintah telah lewat Otoritas Jasa Keuangan (OJK), telah memaparkan keadaan sektor jasa keuangan yang secara umum disebutkan dalam keadaan stabil. Bagaimanakah di kuartal ketiga ini. Akankah ekonomi mulai bangkit atau malah sebaliknya.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengklaim, sektor jasa keuangan dalam kondisi stabil dan terjaga di tengah upaya pemulihan ekonomi nasional sebagai dampak pandemi Covid-19.


Berdasarkan hasil Rapat Dewan Komisioner OJK Bulanan September 2020 yang dikutip di Jakarta, Kamis (24/9), terciptanya stabilitas sektor keuangan sebagai hasil dari serangkaian kebijakan stimulus yang dikeluarkan secara koordinatif oleh pemerintah dari sisi fiskal, OJK dari sisi sektor keuangan, dan Bank Indonesia (BI) dari sisi moneter.


OJK mengatakan, telah mengeluarkan berbagai kebijakan yang ditujukan untuk menjaga stabilitas pasar keuangan (pasar ekuitas dan surat utang), serta meringankan beban masyarakat, pelaku sektor informal dan UMKM .


Kebijakan ini juga dimaksudkan untuk menjaga dan meningkatkan kepercayaan pelaku pasar, sehingga mampu meningkatkan  capital inflow,  dan sebaliknya menahan  capital outflow. 
OJK beranggapan, relaksasi kebijakan restrukturisasi kredit terbukti membantu lembaga jasa keuangan dan pelaku usaha untuk tetap melanjutkan kegiatan usahanya di tengah pandemi.


“Sejauh ini OJK telah mengeluarkan serangkaian kebijakan yang akomodatif dan  forward looking,  fokus dan terarah, yang diharapkan bisa mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional dan mengoptimalkan implementasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)”.


Realisasi kebijakan restrukturisasi kredit perbankan hingga posisi 7 September 2020, nilai restrukturisasi mencapai Rp884,5 triliun dari 7,38 juta debitur. Keringanan kredit itu dinikmati 5,82 juta pelaku UMKM dengan nilai Rp360,6 triliun. Sementara, 1,56 juta non- UMKM memperoleh keringanan kredit senilai Rp523,9 triliun.


Sedangkan realisasi restrukturisasi perusahaan pembiayaan hingga 8 September 2020 mencapai Rp166,94 triliun dari 4,55 juta kontrak pembiayaan dari perusahaan pembiayaan.


“Rapat Dewan Komisioner (RDK) Bulanan pada September ini mencatat perekonomian global dan domestik secara perlahan mulai menunjukkan sinyal perbaikan, terlihat dari peningkatan perdagangan global dan indikator ekonomi di beberapa negara utama dunia, meskipun perbaikan tidak merata,” demikian disebutkan dalam siaran pers OJK.


Pada level domestik, data sektor riil terutama sektor eksternal terus mencatatkan kinerja positif, seperti belanja pemerintah untuk program PEN mengalami akselerasi yang menggembirakan. Namun, ketidakpastian di pasar keuangan terpantau meningkat, didorong penyebaran Covid-19 di beberapa negara yang kembali melonjak.


Selain itu, tensi geopolitik yang meningkat akibat kembali memanasnya perang dagang Amerika-China dan ketidakpastian Brexit. “Meningkatnya ketidakpastian tersebut mendorong kenaikan volatilitas di pasar keuangan global dan domestik selama September 2020.”


Hingga 18 September 2020, pasar saham dan pasar Surat Berharga Negara (SBN) melemah, dengan Indeks Harga Saham Gabungan ( IHSG ) menurun 3,42 persen ( month-to-date ) dan imbal hasil rata-rata SBN naik 4,9 basis poin (m-t-d).


Pelemahan pasar saham dan SBN tersebut turut didorong aksi investor nonresiden yang mencatatkan  outflow  sebesar Rp169,22 triliun sejak awal 2020 hingga bulan laporan ini (y-t-d). Investor nonresiden tercatat melakukan  net sell  di pasar saham dan SBN masing-masing sebesar Rp11,67 triliun (m-t-d) dan Rp9,63 triliun (y-t-d pasar saham:  net sell  Rp39,67 triliun; ytd pasar SBN:  net sell  Rp129,55 triliun).


Lebih jauh OJK mengklaim, pihaknya secara aktif melakukan pemantauan terhadap pengelolaan penempatan dana pemerintah ke perbankan umum baik di Himbara yang sebesar Rp30 triliun maupun kelompok BPD, yakni Rp11,5 triliun. Komitmen realisasi penyaluran dana tersebut dinilai sudah berjalan sesuai dengan  guidance  pemerintah.


Sampai 14 September 2020, realisasi penyaluran kredit atas penempatan dana di Himbara mencapai Rp119,8 triliun kepada 1,5 juta debitur. Sedangkan untuk kelompok BPD, sampai 16 September 2020 tercatat kredit yang telah tersalurkan sebesar Rp7,4 triliun.


Sedangkan intermediasi industri perbankan pada Agustus 2020 tercatat bertumbuh 1,04 persen (y-o-y). Sedangkan, Dana Pihak Ketiga (DPK) bertumbuh 11,64 persen (y-o-y), didorong pertumbuhan DPK BUKU 4 mencapai 15,37 persen (y-o-y).


Sementara itu, industri asuransi tercatat mampu menghimpun pertambahan premi sebesar Rp20,5 triliun (asuransi jiwa sebesar Rp14,5 triliun, sedangkan asuransi umum dan reasuransi Rp6 triliun).


Hingga 22 September 2020, jumlah penawaran umum di pasar modal dilakukan emiten mencapai 132 penawaran, dengan total nilai penghimpunan dana mencapai Rp84,9 triliun. Dari jumlah penawaran umum tersebut, 45 di antaranya dilakukan emiten baru. Sementara, dalam  pipeline  saat ini terdapat 39 emiten yang akan melakukan penawaran umum, dengan total penawaran diperkirakan Rp17,34 triliun.


Profil risiko lembaga jasa keuangan pada Agustus 2020 terjaga pada level yang  manageable  dengan rasio NPL gross tercatat 3,22 persen dan rasio NPF sebesar 5,2 persen. Risiko nilai tukar perbankan dapat dijaga pada level rendah, terlihat dari rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 1,62 persen atau jauh di bawah ambang batas ketentuan 20 persen.


Likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Per 16 September 2020, rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK terpantau pada level 143,16 persen dan 30,47 persen atau jauh di atas threshold masing-masing 50 persen dan 10 persen.


Permodalan lembaga jasa keuangan juga terjaga stabil pada level yang memadai. Rasio kecukupan modal (CAR) bank umum konvensional (BUK) sebesar 23,16 persen serta Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing 506 persen dan 330 persen atau jauh di atas ambang batas ketentuan 120 persen.

Check Also

Akuntan Ragukan Kelangsungan Usaha BATA, Lantaran Utang Yang Menumpuk

MarketNews.id- Akuntan Publik penelaah laporan keuangan semester I 2024 Sepatu Bata (BATA) mengungkapkan, keraguan kelangsungan …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *