Marketnews.id Cepat atau lambatnya pemulihan ekonomi suatu negara, akan bergantung seberapa agresif respon pemerintah melalui jalur fiskal melalui bantuan pemulihan yang siklikal. Selain itu, ada dua faktor lain yang mendukung agar pemulihan ekonomi cepat terjadi diantaranya efektifitas respon kelembagaan dalam menangani covid-19 dan dampaknya terhadap permintaan domestik.
Riset Morgan Stanley mencatat, tiga faktor penting yang akan mempengaruhi seberapa cepat pemulihan ekonomi suatu negara ke tingkat pertumbuhan pra-Covid-19.
Pertama, bagaimana masing-masing aktivitas ekonomi terpapar pada resesi global dan laju pemulihan global serta tingkat pertumbuhan struktural yang melekat.
Morgan Stanley mencontohkan ekonomi AS dan Eropa yang diperkirakan dapat kembali pulih ke level sebelum Covid-19 masing-masing pada kuartal IV/2021 dan I/2022.
“Efeknya akan terasa melalui keterkaitan di pemulihan perdagangan, pariwisata dan komoditas,” ujar Morgan Stanley dalam risetnya.
Adapun, negara-negara Asia lain – seperti Singapura, Malaysia, Taiwan, Thailand hingga Korea Selatan – akan lebih dibantu oleh kegiatan ekspor. Oleh karena itu, Morgan Stanley menilai pemulihan di negara-negara ini dipengaruhi oleh perkembangan eksternal atau global secara lebih luas.
Sementara itu, Indonesia, India, China dan Filipina lebih berorientasi ke permintaan domestik.
“Ini artinya, manajemen situasi Covid-19 domestik lebih penting.”
Kedua, efektivitas respon kelembagaan dalam menangani Covid-19 dan dampaknya terhadap permintaan domestik.
Menurut Morgan Stanley, China, Taiwan, Hong Kong dan Korea berhasil mengontrol pandemi sehingga ekonominya cenderung terkendali. Bahkan, beberapa negara tidak perlu melakukan lockdown.
Seperti diketahui, lockdown memicu tekanan pada permintaan domestik. Adapun, Singapura, Thailand dan Malaysia berada di grup papan tengah.
Negara- negara Asia, seperti Filipina, India dan Indonesia, akan memerlukan waktu dalam hal penanganan Covid-19. Pasalnya, jumlah kasus belum menurun secara signifikan dan berkelanjutan.
Ketiga, sejauh mana pelonggaran kebijakan dilakukan dan ruang atau inisiatif untuk berbuat lebih banyak.
Faktor ketiga ini berkaitan dengan seberapa agresif respon pemerintah melalui jalur fiskal. Dalam catatan Morgan Stanley, pemerintah yang sangat agresif a.l. China, Singapura, Hong Kong, Filipina, Indonesia dan India karena telah menyiapkan bantuan pemulihan yang siklikal.
Dari riset tersebut, Singapura, Hong Kong, Taiwan dan Korea memiliki ruang fiskal cukup luas. Kondisi yang sama ditunjukkan oleh Thailand, Filipina, Malaysia dan China. Sementara itu, India dan Indonesia diperkirakan akan mengalami hambatan kebijakan.
“Kondisi likuiditas yang ketat dan defisit transaksi berjalan juga dapat menghadirkan kendala pendanaan untuk India dan Indonesia,” ungkap Morgan Stanley.