Marketnews.id Hampir semua pelaku ekonomi sepakat, perekonomian Indonesia akan semakin tertekan dibanding tahun lalu. Apalagi tekanan ekonomi datang baik dari eksternal maupun internal masih penuh dengan tantangan.
Laporan Tahunan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) bertajuk “Navigating Change” menyampaikan, mewabahnya virus corona menambah tantangan bagi industri perbankan yang pada akhirnya memaksa bank untuk lebih berkonsentrasi menjaga kualitas aset ketimbang menumbuhkan nilai penyaluran kredit.
Laporan BBCA yang disampaikan melalui kanal keterbukaan informasi di website Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebutkan, pada tahun ini perekonomian Indonesia diperkirakan masih menghadapi berbagai tantangan. Tantangan tersebut datang dari eksternal maupun internal, dengan laju pertumbuhan yang moderat sejalan dengan pemulihan ekonomi secara gradual.
“Perkembangan virus korona menambah tantangan bagi ekonomi domestik maupun global, terutama untuk semester pertama di 2020,” demikian disampaikan BBCA dalam keterbukaan informasi yang dilansir di Jakarta, Rabu (11/3).
Dengan mempertimbangkan berbagai perkembangan tersebut, manajemen BBCA menilai bahwa industri perbankan lebih menaruh perhatian dan berhati-hati terhadap kualitas aset, dibandingkan dengan mendorong pertumbuhan kredit.
“Seiring dengan perkembangan ekonomi makro, perbankan nasional diproyeksikan bertumbuh secara moderat, baik dari sisi kredit maupun dana pihak ketiga (DPK)”.
Dengan demikian, BBCA beranggapan bahwa DPK dan kredit industri diperkirakan masih bertumbuh moderat. Sedangkan kondisi likuiditas perbankan masih cukup ketat, seiring dengan rasio loan to deposit ratio (LDR) secara industri masih cukup tinggi yang pada gilirannya memicu persaingan dalam menghimpun DPK.
“Dalam kondisi seperti ini, BCA akan berupaya menjaga likuiditas pada tingkat yang memadai dengan mengutamakan pertumbuhan CASA [ c urrent account saving account / komposisi dana murah]. Upaya ini akan dilakukan melalui pengembangan berbagai fitur dan fasilitas produk, layanan berbasis digital, perluasan jaringan dan akseptasi sistem pembayaran serta mendorong pertumbuhan basis nasabah”.
Manajemen BBCA mengakui, saat mengukur rasio likuiditas, perseroan menggunakan sejumlah parameter yang memasukkan LDR dan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM). Per akhir 2019, LDR BBCA sebesar 80,5 persen dan RIM sebesar 81,6 persen atau tergolong rendah secara industri.
“BCA senantiasa menjaga posisi likuiditas yang memadai didukung oleh pendanaan CASA yang stabil dengan pertumbuhan sebesar 11,4 persen ( CAGR / compound annual growth rat e ) dalam 10 tahun terakhir,” demikian disebutkan dalam laporan BBCA.
Pada 2019, CASA berkontribusi sebesar 75,9 persen dari total DPK BBCA. Sebagai bagian dari liquidity management , BBCA melakukan penempatan pada instrumen bebas risiko jangka pendek (termasuk penempatan pada Bank Indonesia), dengan komposisi secondary reserves mencapai 17 persen dari total DPK atau mencapai Rp118,7 triliun.
Per 31 Desember 2019, BBCA memiliki rasio kecukupan modal (CAR) sebesar 23,8 persen atau lebih tinggi dibanding posisi per akhir 2018 yang tercatat sebesar 23,4 persen. Kinerja rentabilitas BBCA cukup solid, tercermin dari rasio profitabilitas dan efisiensi kinerja.
Pada 2019 tingkat Return on Assets (ROA) dan Return on Equity (ROE) BBCA masing-masing sebesar 4 persen dan 18 persen, sedangkan Net Interest Margin (NIM) BBCA mencapai 6,2 persen.
Selain menghadapi kompetisi antarbank, BBCA menilai, sektor perbankan dihadapkan pada tantangan persaingan dengan perusahaan teknologi finansial ( fintech ) dan e-commerce yang mengandalkan kemajuan teknologi dalam memberikan layanan finansial.