Marketnews.id Pasar modal Indonesia masih terus dirundung kedukaan. Sejak kasus goreng menggoreng saham yang muncul di akhir tahun lalu, hingga kasus gagal bayar Jiwasraya. Pasar modal Indonesia secara kualitatif mengalami kemunduran. Bila sebelum kasus Jiwasraya terungkap, nilai transaksi harian sudah mencapai Sembilan triliun.
Kini, transaksi harian menurun disekitar empat hingga tujuh triliun. Bila dirata rata perbulan, kini sekitar enam triliun. Ironis memang, hanya karena dua orang pelaku bursa masuk bui Kejaksaan Agung, nilai transaksi harian turun sekitar tiga triliun.
Sudah hampir tujuh pekan berjalan di tahun 2020 ini, alih-alih menunjukkan pertumbuhan, pasar modal justru menunjukkan pelemahan. Akibat terus tertekannya pasar, membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memanggil pihak terkait dengan pasar modal untuk mencari solusi atas masalah di atas.
Pada Jumat (14/2/2020), para pemangku kepentingan pasar modal berkumpul atas undangan Otoritas Jasa Keuangan. Direksi broker papan atas, manajer investasi, asosiasi reksa dana dan pelaku investasi serta asosiasi perusahaan efek berkumpul. Tidak lupa juga tentunya, BEI, KPEI dan KSEI.
Perkumpulan itu adalah memperbarui atau update isu-isu terkait pasar modal. Pertemuan berlangsung secara tertutup yang berlangsung pukul 15.00 WIB dengan jangka waktu kurang lebih 1,5 jam. Sayangnya, sampai dengan usai tidak ada yang memberikan komentar pasti terkait pertemuan tersebut.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Inarno Djajadi mengatakan, pertemuan membahas tentang arah pasar modal ke depan. Namun ketika ditanya lebih detil, dia enggan memerincikannya.
“Tadi hanya pertemuan saja, pertemuan dengan pelaku. [Kami menyampaikan] apa yang dikerjakan selama ini oleh regulator lalu kedepannya bagaimana. Pokoknya kita menuju pasar modal yang lebih baik. Detilnya nanti saja,” katanya.
Padahal, bisa jadi, detil tersebut yang kini tengah ditunggu oleh investor supaya pasar kembali bergairah. Sebab sepanjang tahun berjalan, awan mendung terus merundungi pasar modal dengan berbagai hantaman sentimen negatif.
Salah satunya adalah kasus kerugian Jiwasraya dan Asabri yang menggurita kemana-mana. Hal ini bahkan memaksa otoritas bursa membekukan 800 rekening yang diduga terlibat merugikan asuransi pelat merah itu.
Saham-saham lapis kedua dan ketiga yang biasanya menjadi motor perdagangan harian harus hibernasi untuk saat ini. PT Minna Padi Investama Sekuritas Tbk. (PADI) dan PT Pool Advista Indonesia Tbk. (POOL) menjadi emiten yang langsung merosot tajam.
Masing-masing terkoreksi sedalam 81,20 persen dan 67,95 persen ke Rp50. Dengan begitu, keduanya langsung terjatuh dan menambah deretan daftar saham gocapan. Padahal pada tahun lalu, POOL sempat merasakan harga bertengger di level Rp5.250 sedangkan PADI kokoh di level Rp1.090 per saham.
Akibatnya, selama tahun berjalan IHSG sudah terkoreksi sedalam 6,87 persen. IHSG pun ditutup melemah 0,09 persen ke level 5.866 dengan frekuensi transaksi sebanyak 361.124 kali dengan nilai Rp6,20 triliun.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) Octavianus Budiyanto menyampaikan, dari sisi pelaku usaha mengusulkan agar dibentuk sebuah satuan unit khusus atau task force untuk membahas isu-isu penting terkait pasar modal.
“Biar semua jadi satu pintu, mudah dikelola, semua bisa sama-sama kasih berita positif, dan kalau ada sesuatu bisa berbagi informasi kalau misalnya ada kasus,” ungkapnya.
Pelaku, lanjutnya, mengusulkan ada elemen SRO, OJK, asosiasi dan pelaku pasar modal yang berkumpul menjadi satuan unit. Namun, belum ada kepastian tentang ini.
Soal pembentukan task force, banyak pihak mengusulkan hanya melibatkan otoritas bursa. Dalam hal ini Bursa Efek Indonesia (BEI) dan penyelenggara perdagangan saham dibawahnya. Sementara OJK bertindak sebagai supervisi.
Seperti diketahui, posisi BEI dalam menghadapi persoalan semacam ini selalu dilematis. Apalagi bila melibatkan perusahaan sekuritas yang notabene sebagai pemegang saham BEI.
Sebenarnya, BEI sudah memiliki alat atau instrumen untuk menghadapi persoalan seperti yang di alami saat ini. Tinggal bagaimana mengoptimalkan perangkat yang sudah dimiliki oleh BEI. Dan yang lebih penting BEI bersikap tegas bila berhadapan dengan perusahaan sekuritas sebagai pemegang saham BEI.