Marketnews.id Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini mengumumkan inflasi sepanjang tahun 2019 lalu hanya mencapai 2,72 persen. Sementara di bulan Desember hanya 0,34 persen.
Rendahnya angka inflasi ini multi tafsir. Bisa karena rendah nya daya beli masyarakat bisa juga karena tidak bergerak nya ekonomi. Seperti diketahui, pertumbuahan ekonomi sepanjang tahun 2019 lalu diperkirakan hanya tumbuh sekitar lima persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka inflasi 2019 sebesar 2,72% secara tahunan. Secara bulanan, inflasi pada Desember 2019 tercatat 0,34%. Pemerintah diminta mewaspadai rendahnya inflasi tersebut.
“Inflasi Desember 2019 yang hanya 0,34% mtm memang cukup mengejutkan karena jauh di bawah ekspektasi inflasi yang berkisar 0,42% mtm. Alhasil, inflasi ytd dan yoy 2019 pun jadi rendah, hanya 2,72%,” kata Ekonom PT Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk, Ryan Kiryanto Kamis (2/1).
Menurut Ryan, inflasi ini jauh di bawah inflasi tahun 2017 yang sebesar 3,61% dan tahun 2018 yang mencapai 3,13%. Dari inflasi Des 2019 yang 0,34% mtm, andil bahan makanan terbesar yakni 0,16%, disusul andil transportasi-komunikasi-jasa keuangan yang 0,10%. Sementara andil dari sektor lainnya terbilang kecil, masing-masing di bawah 0,05%.
Yang patut jadi perhatian, inflasi 2019 full year yang sebesar 2,72% memang masih di kisaran target BI 3,5% plus minus 1%. Tapi angka 2,72% ini terbilang amat rendah dibanding periode 2015 hingga 2018 yang masing-masing di atas 3% yoy.
Secara tahunan (FY atau yoy), inflasi 2019 yang sebesar 2,72% dikontribusi oleh bahan makanan (0,86%); makanan jadi (0,68%); perumahan dan LGA (0,44%); sandang (0,32%); kesehatan (0,15%); pendidikan (0,25%); dan transportasi-komunikasi-dan jasa keuangan (0,02%).
Dibanding inflasi 2018FY, andil perumahan dan transporta-komunikasi-jasa keuangan anjlok cukup besar. Masing-masing dari 0,60% ke 0,44% dan 0,56% ke 0,02%. Dua sektor yang andilnya anjlok ini perlu dicermati lebih dalam apa penyebabnya. “Mungkin saja karena melemahnya permintaan di kedua sektor tersebut,” jelas Ryan.
Tapi yang perlu juga dicermati secara umum adalah anjloknya inflasi full year 2019 di bawah 3%. Menurutnya, pemerintah harus mewaspadai apakah anjloknya inflasi ini karena perekonomian yang melemah, daya beli sebagian masyarakat yang melemah atau sebab lain.
“Jangan sampai muncul persepsi rendahnya inflasi 2019 karena melemahnya perekonomian yang mungkin hanya akan tumbuh 4,9% – 5,04% saja.
Identifikasi ini penting sebagai referensi pembuat kebijakan moneter dan fiskal di tahun 2020 untuk tetap akomodatif, pro pertumbuhan dan fully relaxations,” tutup Ryan.
Sebagaimana diketahui, BPS hari ini mengumumkan inflasi Desember sebesar 0,34%. Sementara inflasi tahunan (year on year/yoy) adalah 2,72%. Berdasarkan data Reuters, angka inflasi ini merupakan yang terendah sejak 1998.
“Dengan angka inflasi sebesar 0,34% ini, maka inflasi tahun 2019 2,72%” kata Kepala BPS Suhariyanto dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (2/1).
Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok bahan makanan sebesar 0,78 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,29 persen.
Selanjutnya kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,09 persen; kelompok sandang sebesar 0,05 persen; kelompok kesehatan sebesar 0,29 persen; dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,58 persen. Sementara kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan indeks, yaitu: kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga sebesar 0,05 persen.