Merketnews.id Sepanjang tahun 2019 ini jumlah penerbitan obligasi korporasi mengalami peningkatan, seiring bertambahnya emiten baru. Peningkatan terbesar dari sektor properti. Sedangkan sektor perbankan dan perusahaan pembiayaan masih mendominasi jumlah emiten.
PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memperkirakan, jumlah penerbitan surat utang korporasi di 2020 akan mencapai Rp158,5 triliun, karena adanya tren penurunan suku bunga maupun adanya jumlah utang jatuh tempo sebesar Rp132,1 triliun.
“Adanya kecenderungan suku bunga menurun dan cukup banyaknya jumlah surat utang jatuh tempo di 2020 yang biasanya di-refinancing, tentunya akan mendorong penerbitan surat utang,” kata Senior Vice President Financial Institution Ratings Pefindo, Hendro Utomo di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Jumat (20/12).
Hendro mengungkapkan, Pefindo memperkirakan jumlah penerbitan surat utang korporasi di 2020 sebesar Rp158,5 triliun atau lebih besar dari proyeksi hingga akhir tahun senilai Rp146,19 triliun. Per 13 Desember 2019, penerbitan surat utang di sepanjang tahun ini sebesar Rp138,9 triliun.
Dia menyebutkan, jumlah surat utang yang jatuh tempo pada tahun depan mencapai Rp132,1 triliun. Hendro mengatakan, hingga akhir 16 Desember 2019, mandat penerbitan obligasi yang belum terealisasi sebesar Rp44,56 triliun.
“Jumlah tersebut didominasi oleh industri pembiayaan sebesar 25,21 persen (Rp11,24 triliun), perbankan sebesar 12,13 persen (Rp5,41 triliun) dan jalan tol sebesar 10,88 persen (Rp4,8 triliun),” ucapnya.
Sementara itu, Pefindo memperkirakan konsumsi rumah tangga akan tetap menjadi kontributor utama terhadap pertumbuhan ekonomi tahun depan sebesar 5,1 persen dan pada 2021 sebesar 5,4 persen.
“Pada kuartal ketiga tahun ini, kontribusi dari komponen konsumsi rumah tangga terhadap PDB sebesar 56,5 persen dan masih akan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi pada 2020 dan 2021. Anggaran bantuan sosial di APBN akan menopang peningkatan konsumsi rumah tangga,” kata ekonom Pefindo, Fikri C Permana di Jakarta, Jumat (20/12).
Dia menyebutkan, proyeksi tingkat pertumbuhan ekonomi di 2020 dan 2021 tersebut ditopang pula oleh stabilitas inflasi yang pada tahun depan diperkirakan sebesar 3,2 persen dan pada 2021 diprediksi sebesar 3 persen.
Fikri memperkirakan, besaran suku bunga acuan Bank Indonesia (BI 7day Reverse Repo Rate) pada tahun 2020 dan 2021 masing-masing sebesar 4,5 persen atau lebih rendah dari posisi saat ini di level 5 persen. “Ekonomi kita bagus, jadi suku bunga BI hanya akan turun dua kali,” imbuhnya.
Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di 2020 diprediksi sebesar Rp14.300 dan pada 2021 sebesar Rp14.400. “Tetapi kalau per akhir 2019, posisi rupiah terhadap dolar AS akan berada di kisaran Rp14.100-Rp14.200 yang diyakini akan mampu meningkatkan ekspor dan menjaga impor,” tutur Fikri.
Lebih lanjut Fikri memperkirakan, besaran yield SUN 10 tahun di 2020 sebesar 6,5 persen dan pada 2021 sebesar 6,2 persen (year-on-year). “Kalau tahun ini kan sekitar 7-7,2 persen. Perkiraan untuk tahun depan tersebut dengan mempertimbangkan penurunan suku bunga acuan BI sebanyak dua kali,”tambahnya.