Marketnews.id Maju atau mundur nya pasar modal suatu negara, salah satu nya akan bergantung dari banyak atau sedikitnya investor. Semakin banyak investor melakukan transaksi, semakin atraktif suatu pasar modal. Semakin banyak investor yang bertransaksi di bursa, akan semakin banyak pula mengundang investor asing untuk bertransaksi di bursa nasional.
Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 2020 mendatang menargetkan jumlah keseluruhan investor pasar modal bisa tumbuh 20%-25% secara tahunan, dari akhir 2019 ini sebanyak 2,6 juta Single Investor Identification (SID).
Dengan begitu, hingga akhir tahun depan, BEI berharap jumlah SID pasar modal bisa mencapai 3,12 juta-3,25 juta SID.
Menurut Direktur Pengembangan BEI Hasan Fawzi, jumlah investor pasar modal telah mendekati angka 2,6 juta. Hal ini sejalan dengan data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) yang mencatat per 29 November 2019, jumlah SID pasar modal adalah sebanyak 2,4 juta.
Pada kesempatan yang sama, Hasan menyatakan bahwa SID saham per Jumat (20/12) sudah mencapai 1,1 juta SID. “Nah, kami harapkan dalam tiga hari kerja ke depan, kami bisa mencatatkan untuk pertama kalinya penambahan SID saham dalam satu tahun melampaui angka 250.000. Hanya kurang 1.000 SID lagi,” ucap dia.
Di samping meningkatkan jumlah investor, BEI juga menargetkan memperbanyak jumlah SID aktif saham sebanyak 20%-25% tahun depan. Sebagai gambaran, dari 1,1 juta SID saham, hanya 15% atau sekitar 120.000 yang aktif melakukan transaksi di BEI setiap bulannya.
“Dengan begitu, bukan hanya kuantitasnya yang bertambah, tapi juga kualitasnya,” kata dia.
Untuk itu, BEI akan menambah serangkaian kegiatan literasi, edukasi, dan akusisi investor. “Kami memasang target akan ada 5.000 kegiatan yang BEI selenggarakan dengan menggandeng para mitra,” ucap dia.
Mengingat, BEI memiliki anggota bursa, APRDI untuk instrumen reksa dana, 30 kantor perwakilan yang tersebar di Indonesia, 464 galeri investasi bursa yang bermitra dengan berbagai perguruan tinggi yang ada di Indonesia, serta lebih dari 400 komunitas.
BEI juga berencana untuk memperluas persebaran investor di daerah-daerah lain di Indonesia. Maklum saja, sejauh ini, sebanyak 72% investor pasar modal masih berasal dari Jawa, sedangkan 28% dari luar Jawa.
Menurut Hasan, berbagai kegiatan dan koneksi yang dimiliki BEI cukup efektif membuat persebaran investor lebih merata. “Tiga tahun lalu angkanya masih 80% di Jawa dan 20% luar Jawa. Sekarang sudah mulai lebih merata ya kita sebut ini sebagai demokratisasi akses layanan bursa,” kata dia.
Tak hanya BEI, KSEI sebagai penyedia infrastruktur perdagangan efek juga akan menjalankan beberapa cara untuk menambah jumlah investor pasar modal.
Direktur KSEI Supranoto Prajogo mengatakan, pihaknya telah merancang 30 program strategis. Beberapa di antaranya adalah sentralisasi data e-KYC, simplifikasi pembukaan rekening efek, penyediaan platform e-proxy dan e-voting, dan restrukturisasi biaya layanan KSEI.
Untuk sentralisasi daya e-KYC, ke depannya, calon investor hanya perlu mengisi formulir data diri di satu lembaga saja. “Biasanya, investor akan isi e-KYC di perusahaan sekuritas kemudian di perbankan. Nanti akan ada layanan untuk sentralisasi KYC. Jadi, sekali KYC itu bisa sharing data ke berbagai lembaga,” ungkap dia.
Sementara itu, simplifikasi pembukaan rekening dilakukan untuk mempercepat pembukaan rekening. “Sekarang 30 menit, nanti bakal lebih cepat lagi dengan adanya sentralisasi e-KYC dan kerja sama dengan Dukcapil,” kata Supranoto.