Marketnews.id Banyak cara untuk mengukur keberhasilan suatu bursa dan manajemen bursa. Sebagai penyelenggara perdagangan saham, keamanan dan kenyamanan Investor selalu menjadi prioritas utama dengan harapan Investor kerasan dan terus meningkat kan investasinya di pasar modal Indonesia.
Sebagai pengelola perdagangan, manajemen berusaha untuk menampilkan barang dagangan nya atau emiten yang berkualitas dan memberikan banyak kemudahan buat Investor sebagai pemilik dana dan emiten sebagai pencari dana.
PT Bursa Efek Indonesia (BEI), menargetkan jumlah pencatatan efek di 2020 mencapai 78 pencatatan yang terdiri atas instrumen saham, reksa dana saham (ETF), Efek Beragun Aset (EBA), obligasi, Dana Investasi Real Estate ( DIRE ) dan Dana Investasi Infrastruktur Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (Dinfra).
“Target kami di 2020 cukup konservatif. Pada tahun ini terdapat 76 pencatatan efek. Pada tahun depan akan ada kenaikan menjadi 78 pencatatan efek. Jumlah ini secara total, yakni instrumen saham, EBA, obligasi, DIRE dan Dinfra,” kata Direktur Utama BEI, Inarno Djajadi di Gedung BEI Jakarta, Senin (30/12).
Inarno mengungkapkan, BEI optimistis perkembangan pasar modal Indonesia akan lebih baik pada 2020. “2019 merupakan tahun yang penuh dinamika dan memiliki sejumlah tantangan, sehingga memberi dampak terhadap kinerja Perusahaan Tercatat di BEI maupun terhadap pergerakan IHSG di sepanjang 2019,” paparnya.
Dia menyebutkan, BEI kembali berhasil mencatatkan sejumlah pencapaian yang membanggakan bagi kemajuan pasar modal Indonesia. Hal tersebut tercermin dari peningkatan jumlah investor saham yang meningkat 30 persen menjadi 1,1 juta investor saham berdasarkan Single Investor Identification (SID).
“Sampai saat ini jumlah total investor di pasar modal meliputi investor saham, reksa dana dan surat utang telah mencapai 2,48 juta investor (SID) atau naik lebih dari 50 persen dari 2018, yakni sebanyak 1,62 juta investor,” ujar Inarno.
Dia menjelaskan, sepanjang 2019 terdapat 55 perusahaan tercatat untuk saham baru dan merupakan aktivitas pencatatan saham baru (IPO) tertinggi di antara bursa-bursa di kawasan Asia Tenggara dan peringkat 7 di dunia. Atas pencapaian tersebut, total jumlah perusahaan tercatat saham di BEI pada pengujung 2019 mencapai 668 perusahaan,” ucapnya.
Selain pencatatan saham baru (IPO), lanjut Inarno, aktivitas pencatatan efek di 2019 juga diikuti oleh 14 pencatatan ETF, dua EBA, dua obligasi baru, dua DIRE dan satu pencatatan Dinfra.
“Dengan demikian, terdapat 76 pencatatan efek baru di BEI sepanjang 2019 atau melebihi dari target 75 pencatatan efek baru yang direncanakan,” kata Inarno.
Sementara itu, di hari terakhir perdagangan saham Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup perdagangan tahun 2019 di bawah 6.300. Pada Senin (30/12), IHSG turun 29,77 poin atau 0,47% ke 6.299,54. IHSG menguat 1,69% sepanjang tahun ini.
Pada perdagangan hari terakhir tahun ini, sektor perkebunan masih menjadi sektor dengan kenaikan harian tertinggi, yakni 2,08%. Sektor konstruksi dan properti menguat 0,51%. Sektor perdagangan dan jasa menguat tipis 0,09%.
Tujuh sektor turun bersama dengan IHSG. Sektor industri dasar mencatat penurunan paling besar, yakni 1,60%. Sektor manufaktur turun 0,98%. Sektor barang konsumen melemah 0,82%. Sektor tambang turun 0,60%. Sektor keuangan tergerus 0,43%. Sektor infrastruktur turun 0,42%. Sedangkan sektor aneka industri turun tipis 0,17%.
Total volume transaksi bursa mencapai 16,58 miliar saham dengan nilai transaksi Rp 11,44 triliun. Sebanyak 234 saham turun harga. Masih ada 195 saham yang bergerak menguat dan 152 saham flat.
Tahun 2019 merupakan tahun yang penuh dengan dinamika dan memiliki sejumlah tantangan.Dengan pengalaman dan capaian positif di tahun ini, jadi modal optimisme akan perkembangan pasar modal Indonesia lebih baik di 2020, ujar Inarno Djajadi.